blog_ku

Annyeong haseyo
terima kasih udah berkenan mengunjungi blog saya
semoga bermanfaat dan menghibur :)

Jumat, 13 Juli 2012

Demam Tifoid pada Anak

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
Beberapa definisi tifus abdominalis/demam tifoid :
Tifus abdominalis/ demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, Tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Penyebabnya adalah Salmonella typhii yang merupakan basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora . Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat komplekas lipopolisakarida), antigen H (flagela), dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Dan terdapat juga protein membran hialin.
Di Indonesia terdapat dalam keadaan endemik. Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa. Bakteri tersebut (S. typhii) masuk melalui saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteri 100.000-1 milyar untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri/bail yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Bakteri yang tetap hidup akan masuk ke dalam ileum melalui mikrovili dan menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak Peyeri, selanjutnya masuk ke dalam pembuluh darah (bakterimia primer). Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin seangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. Pada tahap berikutnya S. typhii menuju ke organ sistem retikuloendotelial yaitu hati, limfa, sumsum tulang, dan organ lain(bakterimia sekunder). Kandung empedu merupakan organ yang sensitif terhadap infeksi S. thypii.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama adalah 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemuadian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan yaitu :
* Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
* Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
* Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Di samping gejala-gejala yang biasa tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardi pada anak yang usianya lebih besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Relaps/kambuh merupakan keadaan berulangnya gejala penyakit demam tifoid, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.
Diagnosis bandingnya berupa Paratifoid A,B, dan C, infeksi dengue, malaria, tuberkulosis, influenza, pneumonia lobaris. Bila terdapat demam yang lebih dari 1 minggu sedangkan penyakit yang dapat menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula selain demam tifoid.
Diagnosis kerja : Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis observasi tifus abdominalis. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi : terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang : dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sedrhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorim untuk membuat diagnosis
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhii dan pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
* Biakan empedu : Basil S.thypii dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier).
* Pemeriksaan Widal : Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur suspensi antigen Salmonella typhii. Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan cara mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O.
Titer yang bernilai 1/200 atau lebih atau menunjukkan kenaikan yang progressif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.
Pengobatan/penatalaksanaan : Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai penderita tifus abdominalis dan harus diberikan pengobatan yaitu :
- Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
- Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia.
- Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
- Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran yang menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak.
- Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali bila penderita tidak cocok dengan obat ini, berikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol dan lainnya. Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu 100 mg/kgbb/hari, diberikan 4 kali sehari peroral atau intramuskular atau intravena bila diperlukan.
Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Penderita yang dipulangkan perlu diberikan suntikan vaksin Tipa.
- Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan penisilin.
Komplikasi
1. Komplikasi dapat terjadi pada usus halus : umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu : Perdarahan usus, perforasi usus (timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum), peritonitis.
2. Komplikasi di luar usus : peradangan akibat sepsis (bakterimia) misalnya meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan terjadi infeksi sekunder seperti bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
Prognosis : Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik, asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti : panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu, kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dan lainnya. Selain itu keadaan gizi penderita yang buruk (malnutrisi energi protein) juga memperburuk prognosis.
Perencanaan Keperawatan Anak Demam Tifoid
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
- Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
- Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
- Berri minum yang cukup
- Berikan kompres air hangat
- Lakukan tepid sponge (seka)
- Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
- Pemberian obat antipireksia
- Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
- Menilai status nutrisi anak
- Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut anak
- Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
- Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
- Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
- Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
- Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
- Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
- Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)
Discharge Planning
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diet lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)

2 komentar: