PENDAHULUAN
Kandidiasis
adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan spesies
candida, biasanya oleh spesies candida albicans dan dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-kadang menyebabkan septikemia,
endokarditis atau meningitidis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya
terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bisa
bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebaran tepat. (1,2,3)
Kandidiasis vulvovaginitis ialah
penyakit jamur candida yang mengenai mukosa vagina dan vulva. Penyebabnya yang
tersering biasanya adalah candida albicans. Nama lain dari penyakit ini adalah
kandidosis vulvovaginitis atau Mycotic Vulvovaginitis. (1,3)
Kandidiasis
vulvovaginitis dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik eksogen
maupun endogen. Faktor eksogen untuk timbulnya kandidiasis vulvovaginitis
adalah kegemukan, DM, kehamilan, dan Infeksi kronik dalam servik atau vagina. Sedangkan
faktor eksogennya iklim, panas dan kelembaban yang meningkat serta higyeni yang
buruk.(2,4)
Patogenesis kandidiasis
vulvovaginitis dimulai dari adanya faktor predisposisi memudahkan pseudohifa
candida menempel pada sel epitel mukosa dan membentuk kolonisasi. Kemudian
candida akan mengeluarkan zat keratolitik (fosfolipase) yang menghidrolisis
fosfolopid membran sel epitel, sehingga mempermudah invasi jamur kejaringan.
Dalam jaringan candida akan mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan
raksi radang akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah hiperemi atau eritema
pada mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang dikeluarkan candida akan
teus merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah
berat dengan garukan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel
epitel dan jamur akan membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang
eritema yang disebut flour albus.(3,5)
Gejala klinis Kandidiasis
Vulvovaginitis terdiri dari gejala subjektif dan gejala objektif yang bisa
ringan sampai berat. Gejala subjektif yang utama ialah gatal didaerah vulva,
dan pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi dan
dispaneuria. Gejala objektif yang ringan dapat berupa lesi eritema dan
hiperemis dilabia mayora, introitus vagina dan vagina 1/3 bawah. Sedang pada
yang berat labia mayora dan minora edema dengan ulkus-ulkus kecil bewarna merah
disertai erosi serta sering bertambah buruk oleh garukan dan terdapatnya
infeksi sekunder. Tanda khasnya adalah flour albus bewarna putih kekuningan
disertai gumpalan – gumpalan seperti kepala susu.(1,2,4,6)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis yaitu didapatkan adanya rasa gatal dan panas pada vulva yang
kadang-kadang diikuti nyeri sesudah miksi dan dispaneuria serta adanya faktor
predisposis seperti kegemukan, DM, kehamilan, infeksi di servik dan vagina,
kelembapan yang meningkat dan higyeni yang buruk. Gambaran klinis berupa
eritema dan hiperemis yang dapat disertai edema pada labia mayora dan minora,
adanya ulkus-ulkus dan daerah erosi serta flour albus bewarna kekuningan.
Diagnosis juga disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain kerokan kulit
atau usapan mukosa diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram.
Pada pewarnaan gram terlihat sel lagi, blastospora dan hifa semu. Bisa juga
dengan pemeriksaan biakan yang menggunakan media agar dekstrosa glukosa
sabaroud yang ditumbuhi antibiotik (kloramfenikol) yang akan memberikan
gambaran yeast like colony.(1,2,3)
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginitis
adalah :
- - Trikomoniasis vaginalis
B - Bakterial vaginosis
- - Gonore akut (1,2,5)
Penatalaksanaan
dari kandidiasis vulvovaginitis dapat dilakukan baik secara umum maupun secara
khusus.
Penatalaksanaan
secara umum :
-
menanggulangi faktor predisposisi
-
menjaga kelembapan kulit
-
menjaga higyeni daerah genital
-
memakai pakaian dalam yang ngaman tidak
sempit dan terbuat dari bahan yang menyerap keringat(1,2,3)
Penatalaksanaan
secara khusus :
1.
Topikal
-
larutan ungu gentian ½-1 % dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.
-
Nistatin cream
-
Amfoterisin B
-
Derivat azole : mikonazole 2%,
klotrimazole 1 %, tiokonazole, bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin.
2.
Sistemik
-
Ketokonazole 2x200mg selama 5 hari
-
Itrakonazole 2x200 mg dosis tunggal atau
2x100 mg sehari selama 3 hari.
-
Flikonazole 150 mg dosis tunggal(1,2,3,4,5,6)
Prognosis umumnya baik tergantung
pada berat ringannya faktor predisposisi.
Vitiligo adalah hipomelanosis
idiopatik yang dapat ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas.
Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya
rambut dan mata.(1,6)
Insidens yang dilaporkan bervariasi
antara 0,1% - 8,8%. Dapat mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak
sebelum umur 20 tahun. Penyebabnya belum diketahui, berbagai faktor pencetus
sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis.(1,2,8)
Patogenesis vitiligo belum dapat
diketahui secara pasti , tapi ada 4 hipotesis yang dapat menjelaskan terjadinya
vitiligo, yaitu :
1.Hipotesis
Autoimun
Teori ini menganggap bahwa kelainan
sistem imun menyebabkan kerusakan pada melanosit.
2.
Hipotesis Neurohumoral
Sel
melanosit terbentuk dari neural chest, maka diduga faktor neural berpengaruh.
Diduga selama proses sintesis katekol, terbentuk produk intermediate yang dapat
merusak melanosit.
3.
Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin
melalui oksidasi tirosin ke dopa dan dopa ke dopakinin. Dopakinin akan dioksidasi
menjadi indol dan radikal bebas. Melanosit padalesi vitiligo dapat dirusak oleh
penumpukan prekursor melanin. Secara invitro dibuktikan tirosin , dopa dan
dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.
4.
Pajanan terhadap bahan kimiawi
Depigmentasi kulit dapat terjadi
terhadap pajanan mono benzil eter hidrokinon dalam sarung tangan atau deterjen
yang mengandung fenol.(1,2,6,8,9)
Gambaran klinis dari vitiligo berupa
makula hipopigmentasi dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa centimeter,
bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain.
Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau
hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikuler. Kadang-kadang ditemukan
tepi yang meninggi, eritema, dan gatal disebut inflamatoar. Daerah yang sering
terkena adalah bagian ekstensor tulang tertama diatas jari, periorifisial
sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian
fleksor. Lesi bisa bilateral dapat simetris atau asimetris. Mukosa jarang
terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan
ginggiva.(1,2,6,8,9)
Ada dua bentuk vitiligo berdasarkan
lokasinya :
1. Lokalisata
·
fokal : satu atau lebih makula pada satu
area, tetapi tidak segmental.
·
segmental :satu ataulebih makula pada
satu area dengandistribusi menurut dermatom, contohnya pada tungkai.
·
Mukosal : hanya terdapat pada membran
mukosa
2.
Generalisata
·
Akrofisial : depigmentasi hanya terjadi
dibagian distal ekstermitas dan muka, merupakan stadium vitiligo yang
generalisata
·
Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di
banyak tempat
·
Campuran ; depigmentasi terjadi
menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.(1,8)
Diagnosis
vitiligo ditegakkan melalui evaluasi klinis dimana pada anamnesis ditanyakan
tentang awitan penyakit, riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang
timbul dini, riwayat kelainan tiroid, alopesia areata, DM, dan anemia
permisiosa, kemungkinan faktor pencetus seperti stres, emosi, terbakar surya dan
pajanan bahan kimia serta riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum
bercak putih. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi dengan pewarnaan HE tampak normal kecuali tidak ditemukannya
melanosit. Pada pemeriksaan biokimia dengan dopa tidak menunjukkan adanya
tirosinasi.(1,2,6,8)
Diagnosis banding dari vitiligo adalah :
1.
Tinea versikolor
2.
Pitiriasis Alba
3.
Leukoplakia
4.
Liken sklerosis(1,2,6,8,9)
Pengobatan
pada vitiligo kurang memuaskan , pada prinsipnya pengobatan ditunjukan untuk
membuat cadangan baru melanosit dimana diharapkan melanosit baru dapat tumbuh
dalam kulit yang mengalami depigmentasi. Pengobatan secara topikal yang dapat
dilakukan adalah dengan kortikosteroid cream dioleskan pada lesi sekali sehari
selama 3-4 bulan atau psoralen topikal dioleskan 5 menit sebelum penyinaran. Secara
sistemik dapat digunakan psoralen oral dosis 0,6mg/KgBB diminum 2 jam sebelum
penyinaran selama 6 bulan – 1 tahun. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
tindakan pembedahan dengan tandur kulit baik pada seluruh epidermis dan dermis.(1,2,6,8,9)
Prognosis
vitiligo adalah dubia karena perjalanan vitiligo tidak dapat di duga serta
pengobatannya belum memuaskan.(1)
LAPORAN KASUS
Telah
datang seorang pasien perempuan bernama Beth Tessalonica Pandiangan berumur 7
tahun, suku batak , agama islam, pekerjaan pelajar kepoliklinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 24 september
2012 dengan keluhan utama bercak putih dan bercak kemerahan yang disertai rasa
gatal pada kulit kemaluan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bercak putih
berukuran kecil disertai gatal muncul dikemaluan.Karena gatal os menggaruknya,
lama – kelamaan bercak ini meluas dan timbul bercak-bercak merah, kemudian ibu
os mencoba mengobatinya dengan mengoleskan baby oil, tapi becak tersebut tidak
menghilang akan tetapi semakin gatal dan bercak merah semakin meluas. Karena
bertambah luas dan gatal , akhirnya ibu memutuskan membawa os berobat ke
poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan.
Dari
anamnesa, riwayat penyakit keluarga tidak dijumpai, riwayat penyakit terdahulu
tidak dijumpai, dan riwayat pemakaian obat tidak dijumpai.
Dari
pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum dan status gizi baik. Dari pemeriksaan
dermatologi dijumpai adanya makula hipopigmentasi yang berbatas tegas dan
makula eritema. Lokalisasinya pada labia mayora dekstra et sinistra. Pada
pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan KOH 10 % dijumpai hifa semu (+) dan
spora (+).
Berdasarkan
anamnesis , pemeriksaan fisik dan laboratorium maka diagnosis banding pasien
ini adalah vitiligo + kandidiasis vulvovaginitis, Liken sklerosis + kandidiasis
vulvovaginitisdan leukoplakia + kandidiasis vulvovaginitis. Dan diagnosis
sementara pasien ini adalah vitiligo + kandidiasis vulvovaginitis.
Penatalaksanaan
umum pada pasien ini adalah meningkatkan kebersihan tubuh terutama daerah
kemaluan dan mengurangi kelembapan dengan caa memakai pakaian dalam yang
menyerap keringat. Sedangkan penatalaksanaan khusus pada pasien ini adalah
diberikan topika Baycuten N ( dexamethason 0,4 mg + clotimazole 10 mg )
dioleskan 2x/hari, dan sistemik diberikan Zorolal ( ketokonazol ) 1x1/2 tab
perhari dan imunex syr (loratadine) 1x1 cth perhari.
DISKUSI
Diagnosis Vitiligo + Kandidiasis
Vulvovaginitis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana pada anamnesis dijumpai adanya bercak
putih dan bercak kemeran yang disertai
rasa gatal pada kulit kemaluan sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
dermatologis ditemukan adanya makula hipopigmentasi yang berbatas tegas dan
makula eritema pada labia mayora. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan tes KOH
10 % dijumpai hifa (+) dan spora (+). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan gejala klinis kandidiasis vulvovaginitis adalah rasa gatal, lesi
eritema dan hiperemis pada labia mayora, introitus vagina dan vagina 1/3 bawah
yang lama kelamaan dapat terjadi ulkus serta timbul erosi dan flour albus.
Sedangkan gejala vitiligo berupa makula hipopigmentasi dengan batas tegas yang
dapat juaga ditemukan di genitalia eksterna. Dari pemeriksaan laboratorium
dengan pemeriksaan KOH 10% maka akan ditemukan hifa dan spora.
Berdasarkan
anamnesis , pemeriksaan fisik dan laboratorium maka diagnosis banding pasien
ini adalah vitiligo + kandidiasis vulvovaginitis, Liken sklerosis + kandidiasis
vulvovaginitis dan leukoplakia + kandidiasis vulvovaginitis. Dan diagnosis
sementara pasien ini adalah vitiligo + kandidiasis vulvovaginitis. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa diagnosis banding dari Vitiligo
adalah liken skeloris dsn leukoplakia.
Penatalaksanaan
pada pasien ini ada dua yaitu secara umum dan secara khusus. Penatalaksanaan
umum pada pasien ini adalah meningkatkan kebersihan tubuh terutama daerah
kemaluan dan mengurangi kelembapan dengan caa memakai pakaian dalam yang
menyerap keringat. Sedangkan penatalaksanaan khusus pada pasien ini adalah
diberikan topika Baycuten N ( dexamethason 0,4 mg + clotimazole 10 mg )
dioleskan 2x/hari, dan sistemik diberikan Zorolal ( ketokonazol ) 1x1/2 tab
perhari dan imunex syr (loratadine) 1x1 cth perhari. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa penatalaksanaan umum kandidiasis
vulvovaginitis adalah menanggulangi faktor predisposisi, mengurangi kelembapan
kulit, menjaga kebersihan tubuh dan memakai pakaian dalam yang menyerap
keringat.Penatalaksanaan khusus ialah pemberian topikal golongan azol seperti
mikonazol2% dan kotrimazol 1 % sedangkan sitemiknya dapat diberikan ketokonazol
200mg, itrakonazol 200mg dan flukonazol 150mg.
Prognosis
pada apsien ini baik untuk kandidiasis vulvovaginitisnya apabila penyebab dan
faktor predisposisinya dapat dihindari sedangkan untuk vitiligi prognosisnya
dalah dubia karena perjalanan vitiligo tidak bisa diduga dan pengobatannya
masih belum memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5.Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, hal 106-109 dan 296-298
2.
Abdullah Beni.2007.Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di
Rumah Sakit. Jakarta : EGC, hal 38-41 dan 108-112
3.
Budimulja U, dkk. 2005. Dermatomikosis superfisial. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, hal 58-72
4.
Siregar RS. 2005. Penyakit Jamur Kulit Edisi 2.Jakarta :
EGC, hal 46-50
5.
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK UNAIR. 2007. Altas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya
: Airlangga University Perss, hal 86-91
6.
Mawarli. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, hal 81-82 dan 151-156
7. Amiruddin
Dali. 2003. Ilmu Penyakit Kulit. Yogyakarta : LkiS,
hal 395-403
8. Graham
R, Burs T. 2003. Lecture Notes Dermatologi
Edisi 8. Jakarta : PT Glora Aksara Pratama, hal 127-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar