Minggu, 08 Juli 2012
Asma Bronchial
Asma bronchial merupakan hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible . Akibatnya, setiap hari penderita akan mengalami kesulitan bernapas. Secara umum, pernapasan penderita asma bronchial akan terengah-engah disertai bunyi/mengi, batuk dan sesak napas yang menimbulkan rasa nyeri pada dada. Ada juga gejala lain yang bervariasi antara penderita satu dengan yang lainnya. Meskipun secara fisik penderita dengan asma bronchial terlihat sehat, akan tetapi terkadang kondisi ini juga bisa mengancam jiwa (status asthmaticus).
Pada umumnya, asma bronchial sudah diketahui sewaktu penderita di bawah usia 17 tahun dengan banyak cirinya. Untuk usia 30 tahun ke atas, penyakit ini jarang ditemukan. Tidak semua asma sama, karena penyebabnya bervariasi.
Ada 2 bentuk utama dari asma bronchial, yaitu :
* Asma Bronchial Ekstrinsik
Asma bronchial ekstrinsik biasanya terjadi pada usia muda, dan lebih sering terjadi pada anak kecil. Gejala awal biasanya berupa ekzema. Hal ini ditandai dengan serangan bersin-bersin dan ingus yang encer. Ekzem dapat timbul pada penderita yang pada dasarnya peka terhadap allergen (keadaan atopi). Allergen itu contohnya serbuk sari dari bunga, bulu hewan seperti kucing, debu rumah dan lainnya.
Secara umum, asma bronchial ekstrinsik karena alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hyperemia, serta sekresi lendir putih yang tebal. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup tersebut. Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut adalah basofil. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu permukaan alergen, maka sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus, bahan yang dilepaskan oleh sel mast adalah histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga ada reseptor Beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor Beta-1.
Apabila reseptor Beta-2 dirangsang dengan obat antiasma misalnya salbutamol, maka pelepasan histamin akan terhalang, dan juga aminofilin juga menghalangi pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus dan dalam darah tepi terdapat banyak eosinofil yang mengandung enzim yang dapat menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi, eosinofil berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap serangan asma.
* Asma Bronchial Intrinsik
Penyakit asma bronchial intrinsik biasanya timbul pada usia yang lebih lanjut. Hampir sepanjang hidup penderita ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi penyebabnya, tetapi ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap sejumlah stimulus non-alergi, misalnya infeksi virus atau bakteri dari bronkus. Terkadang, kegiatan jasmani seperti menghirup udara dingin juga dapat menjadi penyebab dari penyakit ini. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan dengan bentuk ekstrinsik pada anak muda. Tipe penyakit ini memang cenderung lama, bahkan bisa sampai terjadi dispnea yang menetap dan disertai mengi. Tapi, pada kondisi ini tidak terdapat faktor atopi.
Adapun penyebab asma bronchial intrinsik yaitu pada awalnya mungkin asma hanya disebabkan adanya kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus, sehingga merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk serta sekresi lendir melalui suatu reflek dan menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin dapat menghambat vagus, sehingga dapat menolong penderita yang mengalami asma bronchial intrinsik.
Adanya lendir yang sangat lengket akan disekresi, bahkan pada kasus-kasus berat, lendir ini dapat menghambat saluran napas secara total, sehingga berakibat munculnya status asmatikus, kegagalan pernapasan.
Penyebab yang penting dari asma adalah adanya infeksi saluran pernapasan oleh flu, adenovirus, hemophilus influenza. Asap rokok, industri, dan udara dingin juga dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Sindrom yang sangat khas pada penderita asma dan timbul pada usia lanjut adalah mengi dengan polip hidung, yang sangat peka terhadap aspirin.
Selain itu, emosi dan stress juga dapat menjadi salah satu penyebab penting munculnya serangan asma. Biasanya, anak-anak yang menderita asma biasanya mereka hidup di keluarga yang terlalu memberikan perhatian berlebih, sehingga menimbulkan kemanjaan pada anak.
** Gejala-Gejala Asma Bronchial
Serangan asam sering terjadi pada tengah malam dengan batuk-batuk kering tanpa sputum. Penderita serta orang di sekitarnya akan mendengar suara napas mengi. Penderita juga merasakan adanya konstriksi di dalam dadanya, misalnya rasa nyeri seperti ada luka di dada. Setelah beberapa jam kemudian, meskipun tanpa pengobatan, penderita akan mengeluarkan sputum dan serangan akan berhenti. Warna sputum sangat khas, yaitu tampak keputih-putihan. Bentuk spiral yang bercabang-cabang juga dapat ditemukan pada sputum. Sputum banyak mengandung eosinofil dan kadang-kadang Charcot leyden.
Jika kita melakukan pemeriksaan pada waktu serangan asma terjadi, maka bunyi mengi pada waktu ekspirasi akan terdengar jelas walaupun tanpa stetoskop. Pada waktu perkusi, letak diafragma akan lebih rendah. Bila kebetulan ada pneumonia, mungkin kita tidak akan menemukannya. Pneumonia akan cepat diketahui jika asma tersebut adanya demam tinggi.
Gejala-gejala ini tidak akan menghilang begitu saja, bahkan bisa jadi akan bertambah parah. Pada kondisi ini, kita bisa melihat penderita menjadi sangat gelisah, napas sangat sesak, pucat dan sianosis. Nadi juga akan berdenyut capat dan dapat hilang saat inspirasi.
Pada saat asma menyerang, otot pernapasan pembantu juga akan terasa lebih aktif, mata menonjol saat sedang batuk-batuk, dan penderita merasa sesak. Apabila dilakukan pemeriksaan, dada akan tampak mengembang, perkusi paru hipersonor, diafragma terletak sangat rendah dan hampir tidak bergerak saat terjadi pernapasan. Pekak jantung sulit didapatkan pada perkusi. dan pada penderita asma yang berat, bising napas tidak akan terdengar (silent chest), yang merupakan satu tanda bahaya, karena penderita telah sampai pada kondisi yang disebut dengan status asmatikus.
** Pengobatan
a. Serangan asma tingkat sedang harus doibati dengan obat Beta-2 mimetik, seperti Salbutamol (tiga kali, 2-4 mg/oral), jika diperlukan, berikan inhaler yang setiap semprotannya mengandung 0,1 mg. Obat ini berbeda dengan betamimetim lainnya, karena tidak memiliki efek samping terhadap jantung, hanya saja penderita mengalami tremor.
Selain itu, penderita juga dapat diberikan aminofilin 500-1.200 mg, yang dikonsumsi setiap hari secara oral. Jika hal ini terjadi pada kasus akut, maka gunakan obat ini kira-kira 250 mg yang dilarutkan dalam 50 ml glukosa 20%, yang kemudian diberikan secara perlahan-lahan melalui media suntik intravena. Apabila diperlukan aminofilin diberikan secara infus intravena.
b. Apabila serangan asma lebih berat, maka berikan prednison 40 mg oral. Pada sebagian besar penderita asma, dosis obat tersebut dapat diturunkan dengan segera, tetapi beberapa penderita yang lain membutuhkan prednison dengan dosis pemeliharaan, yang memerlukan resep dokter dengan perhitungan dosis yang tepat.
c. Untuk asma ekstrinsik, perlu diberikan disodiumcromoglycate diantara dua serangan. Obat ini akan melindungi sel mast pada saat dirangsang oleh alergen dan mencegah pengeluaran histamin dan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk pencegahan, bukan digunakan pada saat serangan terjadi.
d. Pada kondisi status asmatikus, dibutuhkan penanganan/pengobatan serius, karena keparahan penyakitnya sudah sangat tinggi. Status asmatikus merupakan keadaan darurat yang harus segera diberi infus yang berisi aminofilin dosis tinggi, disertai pemberian hidrokortison 200 mg. Jika terdapat bronkopneumonia, harus diobati terlebih dahulu penyakit bronkopneumonia tersebut. Pemberian oksigen juga dapat membantu, tapi perlu diperhatikan jika setelah pemberian oksigen, asma tidak kunjung sembuh/mereda. Hal ini mungkin disebabkan kadar CO2 semakin tinggi yang menyebabkan narkose.
Perlu diperhatikan bahwa jangan sesekali memberikan morfin kepada penderita asma bronchial. Lain halnya jika penderita yang mengalami asma kardial, dalam hal ini kita harus dapat membedakan gejala asma bronchial dengan asma kardial. Umumnya penderita dengan asma kardial memperlihatkan gambaran penyakit jantung yang cukup jelas, misalnya hipertensi berat, nadi cepat serta tidak teratur sama sekali (fibrilasi atrium), pembesaran jantung dengan irama gallop atau murmur (bising jantung) yang keras dan ronki di lapangan bawah paru-paru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar