Sabtu, 30 Juni 2012

Apendisitis

Trigger : Seorang anak berumur 11 tahun tampak gelisah dan tidak tenang di bawa ke RSI Siti Rahmah oleh kedua orang tuanya. Anak tersebut datang dengan keluhan nyeri di daerah pusat/umbilikus yang terus menjalar sakitnya ke arah perut kanan bagian bawah dan disertai dengan muntah. Keluhan tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Dari anamnesa, anak tersebut juga mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, malas makan, mual dan badannya lemas. Dari anamnesa anak tersebut pernah mengalami radang pada usus sekitar 6 bulan yang lalu, hal ini karena anak ini tidak pernah makan sayuran dan senang makan mie instant dan makan makanan yang pedas. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah. Diagnosis mengarah pada apendisitis.
Learning Objective :
1. Anatomi, fisiologi apendiks.
2. Etiologi, patofisiologi, gejala apendisitis.
3. Diagnosis dan diagnosis banding apendisitis.
4. Penatalaksanaan dan pengobatan apendisitis.
5. Komplikasi apendisitis
Add. 1 Anatomi dan fisiologi apendiks
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal. ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 )
Apendiks Vermiformis merupakan derivat dan evolusi dari caecum. Pada bayi, apendiks tampak sebagai divertikulum berbentuk seperti kerucut, terletak pada ujung inferior dari caecum. Dengan tumbuh kembang bayi dan perkembangan dari caecum maka apendiks terletak pada sisi kiri dan dorsal + 2,5 cm dari katub ileocaecal.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Dinding apendiks terdiri dari semua lapisan dinding usus, tiga taenia koli membentuk lapisan luar dari lapisan muskulus longitudinal . Pertemuan ketiga taenia koli merupakan letak basis apendiks dan merupakan petunjuk posisi apendiks. Posisi basis apendiks dengan caecum adalah konstan, dimana sisi bebas apendiks ditemukan pada berbagai variasi misalnya: pelvic, retrocaecal, retroileal.
Apendiks mendapat aliran darah dari arteri apendikularis yang merupakan cabang langsung dari arteri ileocolica. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior, sedangkan persyarafan sensoris berasal dari nervus torakalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula dari umbilikus. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.
Fungsi apendiks belum diketahui. Kadang-kadang disebut “tonsil abdomen” karena ditemukan banyak jaringan limfoid pada lamina propria yang seringkali menyebar ke dalam submukosa sejak intrauterine akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 15 tahun, yang kemudian menghilang pada usia 60 tahun. Hal ini mengakibatkan lumennya relatif kecil, sempit, dan tak teratur dan diperkirakan apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Apendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin, dan musin. Apendiks terdiri dari membran mukosa tanpa adanya lipatan. Vili usus tidak dijumpai pada bagian ini. Apendiks mengandung sel epitel kolumnar dengan sel goblet yang mensekresikan mukus. Muskularis terdiri atas berkas-berkas longitudinal dan sirkular. Meskipun strukturnya sama dengan usus besar, apendiks mengandung lebih sedikit kelenjar usus, yang lebih pendek, dan tak memiliki taenia coli.
Walaupun apendiks kurang memiliki fungsi, namun apendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lender dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT (Gut Assoiated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. namun, jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya yang sedikit sekali.
Add 2. Apendisitis ( Etiologi, patofisilogi dan gejala)
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Etiologi Apendisitis : Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari yang dialirkan ke dalam lumen apendiks dan caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Apendiks juga berpartisipasi dalam sistem imun usus, imunoglobulin yang dihasilkan GALT (gut associated lymphoid tissues) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, merupakan pelindung terhadap infeksi.Tetapi pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh.
Bakteri penyebab apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada usus. Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu Bacteroides fragilis, bakteri anaerob, gram negatif dan Escherichia coli, bakteri gram negatif, facultative anaerob. Sedangkan bakteri lainnya yaitu: Peptostreptococcus, Pseudomonas, Klebsiela, dan Klostridium, Lactobacillus, dan B.splanchnicus. Obstruksi lumen merupakan faktor predominan penyebab apendisitis akut. Fecolith merupakan penyebab obstruksi paling sering. Penyebab lainnya adalah hipertropi jaringan limfoid, sisa barium , serat tumbuhan , biji-bijian, cacing terutama ascaris.
Kapasitas lumen apendiks normal sekitar 0,1 ml, tidak ada lumen yang sebenarnya. Sekresi 0,5 cc distal dari penyumbatan akan meyebabkan peningkatan tekanan sekitar 60 cm H2O. Distensi menyebabkan stimulasi serabut syaraf visceral yang menyebabkan rasa kembung, nyeri difus pada bagian tengah abdomen atau epigastrium bawah.
Distensi terus berlangsung karena sekresi mukosa yang terus-menerus dan juga karena multiplikasi dari flora normal apendiks. Dengan meningkatnya tekanan pada apendiks , tekanan vena juga meningkat, sehingga kapiler dan venule menutup tapi aliran arteriole tetap mengalir sehingga terjadi kongesti dan pelebaran vaskuler. Distensi ini biasanya menyebabkan reflex muntah, nausea, dan nyeri visceral semakin bertambah.
Proses inflamasi terus berlanjut ke lapisan serosa dan ke peritoneum parietal, yang mana menimbulkan nyeri yang khas, nyeri berpindah ke kuadran kanan. Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks sangat rentan terhadap gangguan aliran darah. Karena kesatuan ini sudah terganggu sejak awal, maka bakteri dengan mudah masuk ke lapisan yang lebih dalam. Timbulnya demam, takikardi dan lekositosis karena absorbsi dari produk jaringan dan endotoksin. Endotoksin juga merupakan stimulator makrofag untuk memproduksi sitokin proinflamator (IL1, IL 6, TNF) yang kemudian merangsang sumsum tulang dan hepatosit sehingga terjadi peningkatan lekosit dan CRP dalam darah. Ketika distensi sudah mencapai tekanan arteriole , daerah yang mendapat aliran darah sedikit, lebih dahulu terkena, yaitu terjadi infark pada daerah antimesenterial. Jika distensi, invasi bakteri, gangguan aliran darah, dan proses infark terus berlanjut, terjadilah perforasi. Biasanya perforasi terjadi pada salah satu area infark pada daerah antimesenterial.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Add 3. Diagnosis dan diagnosis banding apendisitis
Anamnesa
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Setiap penderita dengan nyeri perut kanan bawah dan belum pernah menjalani apendektomi, harus dicurigai menderita apendisitis. Nyeri pada awalnya di sekitar umbilikus, mula –mula minimal lalu meningkat bertahap hingga akhirnya nyeri bersifat konstan. Kemudian nyeri berpindah sesuai posisi apendiks. Bila lokasi apendiks pada daerah Mc Burney’s maka nyeri berpindah ke daerah kuadran kanan bawah. Dan bila apendiks terletak retrocolic, retrocaecal atau pelvis maka nyeri berpindah ke kuadran kanan atas, flank kanan , atau supra pubis.
Demam biasanya subfebris, kira –kira 1 derajat celcius diatas suhu normal , berkisar 37,5-38,5 derajat celcius. Bisa terjadi perbedaan suhu rektal dan aksiler sampai 1 derajat celcius.Bila suhu > 39,4 derajat celcius, biasanya disertai gangren, perforasi atau peritonitis.
Pemeriksaan penderita dengan kecurigaan apendisitis harus dimulai dengan observasi cara berjalannya pincang atau berbaring dengan tungkai ditekuk. Penderita juga tampak anorexia , nausea, vomiting, atau diare . Satu atau lebih dari gejala ini muncul, setelah nyeri periumbilikal. Pada awal apendisitis, peristaltik biasanya normal atau hiperaktif, tapi peristaltik menghilang bila sudah terjadi peritonitis. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah, terutama pada titik Mc Burney,s adalah penemuan yang paling konstan. Bila iritasi berlanjut ke peritoneum anterior didapatkan defans muskuler lokal , Blumberg sign, Rovsing,s sign. Bila iritasi terjadi pada peritoneum posterior maka tanda yang didapat yaitu: psoas sign dan obturator sign. Bila peritonitis terus berlangsung maka nyeri tekan dan defans muskular bertambah pada kuadran kanan dan akhirnya pada seluruh abdomen.
gambaran anamnesa :
1. Data demografi : Nama, Umur (sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun), Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang : nyeri perut kanan bagian bawah, mual, muntah, tidak nafsu makan, lemas dan suhu badan naik.
Pemeriksaan Fisik
Breathing : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Blood : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
Brain: Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
Bladder : -
Bowel: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
Bone: Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk atau tegak.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney. Test rektal. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.
Pemeriksaan penunjang :
Biasanya jumlah lekosit berkisar 10.000-18.000/ mm3, walaupun 20 % penderita apendisitis akut mempunyai jumlah lekosit normal. Jumlah lekosit > 18.000 menunjukkan apendisitis perforasi. Adanya pergeseran ke kiri pada hitung jenis, mempunyai nilai yang lebih signifikan dari pada hitung jumlah lekosit.
Analisa urine biasanya normal, tapi jumlah lekosit dan eritrosit dalam urine bisa meningkat bila letak apendiks berdekatan dengan ureter atau vesica urinaria. Bakteri tidak ditemukan pada penderita apendisitis akut, dan bila ditemukan bakteri dalam urine, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urine.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.
Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis. Ultrasonografi sudah luas digunakan dalam mengevaluasi penderita kecurigaan apendisitis. Gambaran ultrasonografi pada apendisitis non perforasi yaitu: diameter apendiks > 6 mm, dinding yang hipoechoic dengan tebal > 2 mm, fecolith atau cairan yang terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi yaitu target sign dan struktur tubular dengan adanya lapisan dinding yang hilang ( inhomogen), cairan bebas perivesical atau pericaecal.
Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosis appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen laboratorium dengan total skor poin 10. Skor ini dikemukakan oleh Alfredo Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.
Skor Alvarado dikenal juga sebagai skor MANTREL yang merupakan singkatan huruf depan dari komponen-komponen pemeriksaannya. (MANTRELS – Migration to the right iliac fossa, Anorexia, Nausea/Vomiting, Tenderness in the right iliac fossa, Rebound pain, Elevated temperature (fever), Leukocytosis, and Shift of leukocytes to the left)
Diagnosis Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendiditis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit jelas akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hhiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahuli infeksi saluran napas. Lokasi nyeri diperut kanan bawah tidak kanstan dan menetap, jarang terjadi true muscle guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama, Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya. karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaanya bukanlah hal penting.
Enteritis regional, amubiasis operasi, ileitis akut, performasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendiditis. pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri kuadran kanan bawah.
Add 4. Penatalaksanaan dan pengobatan apendisitis
Dasar terapi apendisitis yaitu: rehidrasi, antibiotik dan apendektomi. Dipasang infus dan resusitasi dengan cairan isotonik untuk mencapai tujuan dari rehidrasi yaitu produksi urine minimal 1 cc/kg BB/jam. Pipa lambung dipasang untuk dekompresi. Antibiotik diberikan untuk mengurangi infeksi luka operasi dan pembentukan abses intra peritoneal. Sebagai obat pilihan yaitu: ampicillin, gentamisin, klindamicin.Teknik operasi yang digunakan, apendektomi terbuka ataukah laparoskopik apendektomi disesuaikan dengan ketrampilan operator dan kondisi penderita. Bila sudah terjadi peritonitis maka dilakukan laparotomi.
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Penatalaksanaan :
1. Sebelum operasi :
* observasi : dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
* Intubasi bila perlu
* Antibiotik : ampicillin, gentamisin, klindamicin
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi : Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam, lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua, pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh, jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi : bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
Add 5. Komplikasi apendisitis
* Perforasi
* Peritonitis
* Abses apendiks
* Tromboflebitis supuratif
* Abses subfrenikus, fokal sepsis intraabdominal
* Obstruksi intestinal

2 komentar:

  1. bagus infonya. mohon izin jadi sumber artikel.
    hellodok.wordpress.com

    BalasHapus
  2. Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

    BalasHapus