Senin, 12 September 2011
PENYAKIT VENA AKUT
ABSTRACT
Acute venous disorders include deep venous thrombosis, superficial and profunda venous thrombophlebitis, and venous trauma. Deep venous thrombosis (DVT) most often arises from the convergence of multiple genetic and acquired risk factors, with a variable estimated incidence of 56 to 160 cases per 100,000 population per year. Acute thrombosis is followed by an inflammatory response in the thrombus and vein wall leading to thrombus amplification, organization, and recanalization. Clinically, there is an exponential decrease in thrombus load over the first 6 months, with most recanalization occurring over the first 6 weeks after thrombosis. Pulmonary embolism (PE) and the post-thrombotic syndrome (PTS) are the most important acute and chronic complications of DVT.
Despite the effectiveness of thromboembolism prophylaxis, appropriate measures are utilized in as few as one-third of at-risk patients. Once established, the treatment of venous thromboembolism (VTE) has been defined by randomized clinical trials, with appropriate anticoagulation constituting the mainstay of management. Despite its effectiveness in preventing recurrent VTE, anticoagulation alone imperfectly protects against PTS. Although randomized trials are currently lacking, at least some data suggests that catheter-directed thrombolysis or combined pharmaco-mechanical thrombectomy can reduce post-thrombotic symptoms and improve quality of life after acute ileofemoral DVT. Inferior vena caval filters continue to have a role among patients with contra-indications to, complications of, or failure of anticoagulation. However, an expanded role for retrievable filters for relative indications has yet to be clearly established.
The incidence of superficial venous thrombophlebitis is likely under-reported, but it occurs in approximately 125,000 patients per year in the United States. Although the appropriate treatment remains controversial, recent investigations suggest that anticoagulation may be more effective than ligation in preventing DVT and PE. Venous injuries are similarly under-reported and the true incidence is unknown. Current recommendations include repair of injuries to the major proximal veins. If repair not safe or possible, ligation should be performed.
ABSTRAK
Yang termasuk kedalam gangguan vena akut yaitu trombosis vena dalam, tromboflebitis vena superfisial dan vena profunda serta trauma vena. Trombosis vena dalam (DVT) paling sering muncul dari konvergensi dari beberapa faktor risiko genetik dan diperoleh, dengan kejadian diperkirakan sekitar 56-160 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Trombosis akut diikuti oleh respon inflamasi di dinding vena trombus dan menyebabkan amplifikasi trombus, organisasi, dan rekanalisasi. Secara klinis, ada penurunan eksponensial dalam beban trombus selama 6 bulan pertama, dengan rekanalisasi kebanyakan terjadi selama 6 minggu pertama setelah trombosis. Pulmonary embolism (PE) dan sindrom pasca-trombotik (PTS) adalah komplikasi akut dan kronis yang paling penting dari DVT.
Meskipun efektivitas profilaksis tromboemboli, merupakan langkah yang tepat digunakan dalam sepertiga dari pasien yang berisiko. Setelah dilaksanakan, pengobatan tromboemboli vena (VTE) telah didefinisikan oleh uji klinis acak, dengan antikoagulasi yang sesuai yang merupakan andalan manajemen. Meskipun efektivitasnya dalam mencegah VTE berulang, antikoagulasi sendiri tidak sempurna melindungi terhadap PTS. Meskipun percobaan acak saat ini kurang, setidaknya beberapa data menunjukkan bahwa kateter pada trombolisis atau dikombinasikan pharmaco-mekanis thrombectomy dapat mengurangi trombosis pasca-gejala dan meningkatkan kualitas hidup setelah DVT ileofemoral akut. Filter vena kava inferior terus memiliki peran antara pasien dengan kontra-indikasi, komplikasi, atau kegagalan antikoagulasi. Namun, peran filter yang diperluas untuk indikasi relatif masih belum jelas.
Insiden tromboflebitis vena superfisial masih sedikit dilaporkan, tapi terjadi pada sekitar 125.000 pasien per tahun di Amerika Serikat. Meskipun perawatan yang tepat masih kontroversial, penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa antikoagulan kemungkinan lebih efektif daripada ligasi dalam mencegah DVT dan PE. Cedera vena sama-sama masih sedikit dilaporkan dan kejadian yang sebenarnya tidak diketahui. Rekomendasi saat ini meliputi perbaikan luka pada pembuluh darah besar proksimal. Jika perbaikan tidak aman atau memungkinkan, ligasi harus dilakukan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit vena mengacu pada semua kondisi yang berkaitan dengan atau disebabkan oleh vena yang sakit atau abnormal. Penyakit vena sangat umum, sekitar 15 persen dari populasi orang dewasa. Penyakit vena yang ringan biasanya tidak masalah bagi pasien, tetapi jika memburuk, dapat menjadi insufisiensi vena kronis.
Dalam sirkulasi yang normal, arteri membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke tubuh, dan vena kembali darah ke jantung. Vena memiliki katup satu arah panjangnya untuk menjaga darah mengalir ke jantung.
Ada tiga jenis pembuluh darah di kaki: vena superfisialis, vena penghubung , dan vena dalam. Vena superfisial terletak tepat di bawah kulit dan membawa sekitar 10 sampai 15 persen dari darah di kaki. Vena superfisial mengalir ke vena penghubung, yang mengalir ke vena dalam.
Jika dinding pembuluh darah menjadi lemah atau rusak, atau jika katup diregangkan atau terluka, sistem berhenti bekerja normal dan darah mulai mengalir mundur ketika otot-otot rileks. Hal ini menciptakan tekanan luar biasa tinggi di pembuluh darah, mengakibatkan bahkan lebih peregangan, memutar, dan pembengkakan pembuluh darah. Pembuluh darah abnormal dengan aliran darah lesu mereka menciptakan gangguan dikenal sebagai penyakit vena.
Gangguan system vena, terutama pada ekstremitas bawah, mencakup kelainan misalnya varises dengan segala komplikasinya, sindrom pasca flebitis serta kelainan system vena lainnya yang dapat melibatkan system pembuluh darah arteri atau getah bening. Tapi karena evolusi yang lambat dan biasanya tidak ada gejala yang berat yang menyebabkan cacat atau kehilangan ekstremitas seperti kelainan pada pembuluh arteri, maka sampai sekarang profesi kedokteran tidak cukup memberikan perhatian terhadap keadaan ini. Selain itu, dalam beberapa hal, anatomi maupun patofisiologi system pembuluh vena tidak begitu dipahami, sehingga hasil yang dicapai kurang memuaskan. Sama halnya dalam setiap pembahasan mengenai bedah vaskuler, kebanyakan buku menjabarkan tentang arteri dan semua bagian-bagian penyakitnya. Vena hanya sedikit dibahas, sehingga sulit untuk mencari literatur yang bagus, benar dan banyak mengenai penyakit vena akut.
Sampai sekarang pendekatan terapi terhadap kelainan system vena ini adalah berupa tindakan bedah pada kasus tertentu atau pemberian obat per oral, intra muskuler, intravena atau topikal. (Jusi, H. D, 1991)
Maka dari itulah, kami sebagai penggali ilmu yang terus mencari dan mengembangkan ilmu kedokteran, berusaha untuk menggali sedalam mungkin ilmu tersebut. Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami selaku penulis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengupas masalah gangguan system vena, terutama pada penyakit-penyakit vena akut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan kami dalam membuat karya tulis ilmiah ini adalah:
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem vena.
b. Untuk mengetahui tentang pengertian, etiologi, faktor resiko penyakit vena akut.
c. Untuk memahami dan bisa menjelaskan patofisiologi penyakit vena akut.
d. Mengetahui bagaimana patologi dari penyakit vena akut.
e. Dapat mendiagnosis suatu penyakit vena akut, yaitu dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
f. Dapat memecahkan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyakit vena akut.
1.3 Manfaat
Dengan membuat sebuah karya tulis ilmiah ini, diharapkan kami dapat memperoleh manfaatnya, yaitu :
a. Kami dapat memahami semua yang berkaitan dengan berbagai penyakit vena akut, mulai dari definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, patologi dan yang terpenting adalah diagnosisnya.
b. Dengan mengetahui semua hal tentang penyakit vena akut, kami pun dapat menyelesaikan dan memecahkan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyakit vena akut.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anatomi Sistem Vena
Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem vena yang mempunyai arti klinis, yaitu sistem vena superfisial, sistem vena profunda dan sistem vena penghubung (sistem komunikans).
Sistem pembuluh vena sebagian besar mempunyai katup yang terbentuk dari reduplikasi lapisan dinding sebelah dalam dan ditunjang oleh jaringan ikat dan elastic. Katup ini menjamin aliran darah kembali ke jantung. Tidak semua vena mempunyai katup, misalnya di daerah kepala dan leher darah mengalir kembali ke jantung karena gravitasi. Katub paling banyak terdapat di eksremitas bawah.
Khusus di daerah ekstremitas atas dan bawah ditentukan dua susunan vena, yaitu yang perifer berjalan dibawah kulit dan yang sebelah dalam berjalan mengikuti susunan arteri. Kedua susunan ini dihubungkan oleh vena perforantes, dengan susunan katup demikian rupa sehingga aliran dari perifer ke dalam tetap satu arah. Kerusakan pada katup akan menyebabkan gangguan pada aliran laminar dalam pembuluh vena, sehingga dapat terjadi varises.
Vena safena magna sebagai salah satu vena perifer pada tungkai bawah, bermula dari maleolus medialis dan berakhir di vena femoralis di bawah ligamentum inguinale, sedangkan vena safena parva mulai dari maleolus lateralis dan berakhir divena poplitea dibawah persendian lutut. (Jusi, H.D, 1991)
Pembuluh darah vena secara anatomi, dari lapisan terdalam tersusun oleh endothelium, tunika intima, otot lingkar dan pada bagian luar tersusun oleh jaringan ikat yang dikelilingi oleh sel lemak.
Pembuluh darah vena pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem ;
(1) subsistem vena permukaan,
(2) subsistem vena dalam, dan
(3) subsistem penghubung.
Vena permukaan terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva. Vena safena magna adalah vena terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus di mata kaki, naik ke bagian medial betis dan paha, bermuara ke vena femoralis tepat di bawah selangkangan. Subsistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah dan terletak dalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran dari venula kecil dan pembuluh intramuskular. Sistem vena dalam cenderung berjalan paralel dengan pembuluh arteri tungkai bawah, dan diberi nama yang sama dengan arteria tersebut.
Subsistem vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh darah yang disebut vena penghubung. Vena penghubung menyusun subsistem penghubung ekstremitas bawah.
Aliran vena yang melawan gravitasi melibatkan berbagai faktor yang dikenal sebagai pompa vena. Ada komponen perifer dan sentral dari pompa vena. Pompa vena perifer tergantung pada kompresi saluran vena selama kontraksi otot. Kontraksi otot mendorong aliran untuk maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena mencegah aliran balik selama relaksasi otot. Selain itu sinus-sinus vena yang kecil dan tidak berkatup atau venula yang terletak didalam otot berfungsi sebagai reservoir darah dan mengosongkan darahnya ke vena-vena dalam selama kontraksi otot. Kontribusi saluran intramuskular ini terutama penting untuk arus balik vena. Kekuatan-kekuatan sentral yang memudahkan aliran balik vena termasuk pengurangan tekanan intrathoraks sewaktu inspirasi dan penurunan tekanan atrium kanan dan ventrikel kanan setelah ejeksi ventrikel. (Price dan Wilson, 1995 ).
Gambar 1 : Anatomi Vena Tungkai Bawah
2.2 Fisiologi Sistem Vena
2.2.1 Hemodinamik Sistem Vena
Hemodinamik sistem vena banyak dipengaruhi oleh hubungan factor tekanan, isi dan aliran vena. Aliran darah balik ke jantung dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor primer dan sekunder.
- Faktor Primer
Faktor ini merupakan gaya dominan mendorong darah kembali ke jantung yang disebut sebagai tekanan pengisian sistemik dan merupakan gradient hemodinamika seluruh system sirkulasi yang mulai dari pangkal aorta sampai ke atrium kanan.
- Faktor Sekunder
a. Aksi pompa otot ekstremitas
Dalam keadaan tertentu, misalnya pada seseorang yang mau berdiri, otot-otot ekstremitas berperan penting dalam hal pengembalian darah ke jantung. Segera setelah orang berdiri tegak, darah akan mengalami gaya gravitasi ke arah ekstremitas bawah. Katub vena yang kompeten akan segera mencegah aliran darah retrograde. Dalam beberapa detik kemudian, vena bagian distal sudah terisi dengan darah yang dating dari kapiler yang kemudian pada gilirannya akan meningkatkan tekanan vena pada kaki. Dala keadaan ini reflex kontraksi yang bersifat ritmis dari otot ekstremitas segera mengimbangi keadaan di atas. Pada waktu kontraksi darah akan dipompa ke jantung, sedangkan pada masa relaksasi vena akan terisi lagi. Syaratnya kondisi katup harus kompeten.
b. Pompa respirasi abdomino-torakal
Pompa respirasi bekerja apabila tekanan di dalam rongga toraks berkurang oleh gerakan inspirasi. Pada waktu inspirasi diafragma akan bergerak ke bawah dan akan menyebabkan tekanan intraabdominal meninggi. Tekanan yang meninggi akan menciptakan suatu gradient tekanan yang besar dengan akibat darah vena akan mengalir dari abdomen ke toraks dan pada ekspirasi akan terjadi kebalikannya.
c. Tekanan pengisian sistemik
Gaya lain yang beraksi untuk mengembalikan darah ke jantung adalah tekanan pengisian sistemik. Efek gaya ini hanya kecil dan terjadi akibat aktivitas jantung. Tekanan dalam atrium yang rendah pada saat kontaksi ventrikel dan relaksasi atrium akan menyebabkan timbulnya suatu aksi sedotan atau pompa ke depan dari darah yang berada di vena kava.
d. Peranan katup
Katup sangat penting untuk mencegah aliran darah ke retrograde. Tanpa adanya katup, aksi pompa otot akan tidak bermakna sama sekali untuk membawa darah vena ke jantung.
e. Tonus Venomotor
Kontraksi otot polos yang melengkapi dinding vena turut mempengaruhi aliran balik vena (venous return). Vena pada otot ekstremitas sama sekali tidak dipengaruhi oleh rangsangan saraf simpatis.
Respon terhadap rangasangan simpatis akan dangat tergantung dari tekanan intarvaskular. Pada tekanan yang rendah (0-5 mmHg) penampang melintang vena akan berbentuk elips dan efek kontraksi otot hampir tidak mempengaruhi volume vena. Pada tekanan yang lebih tinggi (diatas 5- 10 mmHg) diameter vena akan berbentuk bulat, serabut otot akanlebih panjang dan lebih tegang. Dalam situasi ini kontraksi otot akan sangat efektif untuk mengembalikan darah ke jantung.
Tekanan darah dalam pembuluh vena lebih rendah dari tekanan dalam pembuluh arteri, ini terlihat pada dinding vena lebih tipis. Tapi diameter vena relatif lebih besar, sehingga vena lebih kaya akan darah di banding arteri.
(Jusi, H.D, 1991)
2. 3 Patofisiologi Sistem Vena
Yang memepengaruhi terjadinya kelainan dan gangguan aliran vena adalah keutuhan katup di ketiga system vena. Jika katup di system vena dangkal atau superficial tidak memadai, tekanan hidrostatik akan meninggi sehingga terjadi pelebaran di vena tersebut. Pelebaran akan menambahkan lagi kebocoran katup.
Bila katup di vena perforans tidak memadai, darah akan diperas keluar dari system vena dalam ke sistem vena dangkal setiap kali otot betis atau paha berkontraksi. Akibatnya, makin banyak katup yang mengalami insufisiensi, dan menanggung tekanan hidrostatik di vena saphena magna dan vena saphena parva. Bila katup komunikanss dengan system vena dalam tidak memadai, aliran darah akan berbalik dari proksimal ke distal sehingga vena makin melebar, memanjang dan berkelok.
Hal ini akan menyebabkan udem, statis, dan hipoksemia di subkutis dan kulit. Keadaan inilah yang mendasari timbulnya penyulit berupa thrombosis, gangguan penyembuhan luka dan terbentuknya tukak.
Penyakit vena dititikberatkan pada kelainan vena di tungkai, karena tungkai yang paling besar menyangga beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena. Gangguan lain yang mungkin merupakan penyebab awal dari kelainan sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi adanya thrombosis seperti yang dikemukan oleh Virchow yaitu : kelainan dinding atau endotel, stasis atau hambatan aliran dan kecendrungan pembekuan darah. ( de Jong Wim, 2004 )
Trombosis Trias Virchow :
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.
2. 4 Patologi (Penyakit Vena Akut)
2. 4.1 Trauma Vena
Trauma terhadap pembuluh vena, sering terdapat persamaan dengan trauma terhadap organ lainnya seperti saraf, otot, dan jaringan lunak lainnya. Juga sering bersamaan dengan fraktur dan atau dislokasi pada ekstremitas.
Cedera vena mayor biasanya berhubungan dengan trauma arteri. Tapi kadang-kadang suatu luka penetrasi dapat mengenai vena besar saja. Seperti pada trauma arteri, perdarahan aktif dikendalikan dengan kasa kompresi; klem secara membuta pada kedalaman luka harus dihindari.
2.4.1.1 Diagnosis
Kita harus mencurigai setiap trauma pada derah yang anatomis dilalui pembuluh darah besar, apalagi bila ada gejala yang menyokong adanya trauma pembuluh darah seperti hematoma yang cepat membesar. Pengisian kapiler penting untuk diagnosis dan menentukan viabilitas jaringan. Denyut nadi yang melemah atau menghilang, perabaan kulit yang dingin, pucat atau bercak-bercak sianosis pada kulit dapat membantu kita dalam menegakkan diagnosis.
2.4.1.2 Penatalaksanaan
Bila ada perdarahan yang banyak atau memancar yang akan membahayakan jiwa, pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan dan setelah perdarahan berhenti, kita lakukan tindakan definitive.
Bila penderita datang dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera diatasi dengan penekanan di atas daerah yang berdarah, jangan dipasang turniket dalam waktu yang lama karena merusak system kolateral yang ikut terbendung.
Bila ada kerusakan vena bersama dengan arteri, seharusnya dilakukan penyambungan vena lebih dulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada vena utama. Vena yang kecil bisa diikat saja, tapi lebih baik menyambung sebanyak mungkin vena yang terputus. Bila edema mengganggu aliran darah di ekstremitas, maka fasiotomi sebaiknya dipertimbangkan.
2.4.2 Varises Vena (vena varikosa)
Varises vena adalah pelebaran vena permukaan di tungkai. Kata "varises" berasal dari "varix," kata latin yang berarti memutar. Varises biasanya biru dan cenderung menonjol. Ketika membesar, bahkan bisa menjadi bengkok, berliku-liku, keriput. Setiap vena bisa menjadi varises vena, tetapi varises paling sering terjadi pada kaki.
Varises adalah pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-keloknya system vena yang disertai gangguan sirkulasi di dalamnya.
2.4.2.1 Penyebab
Penyebab pasti dari varises vena tidak diketahui, tetapi kemungkinan penyebabnya adalah suatu kelemahan pada dinding vena permukaan. Lama-lama kelemahan ini menyebabkan vena kehilangan kelenturannya. Vena akan meregang dan menjadi lebih panjang dan lebih lebar. Untuk menyesuaikan dengan ruangnya yang normal, vena yang memanjang ini menjadi berliku-liku dan jika menyebabkan penonjolan di kulit yang menutupinya, akan tampak gambaran yang menyerupai ular.
Pelebaran vena menyebabkan terpisahnya daun-daun katup. Sebagai akibatnya, jika penderita berdiri, vena dengan cepat akan terisi oleh darah dan vena berdinding tipis yang berliku-liku ini akan semakin melebar.
Pelebaran vena juga mempengaruhi beberapa vena yang berhubungan, yang dalam keadaan normal mengalirkan darah hanya dari vena permukaan ke vena dalam. Jika katup-katup pada vena tersebut gagal, maka pada saat otot menekan vena dalam, darah akan menyembur kembali ke dalam vena permukaan, sehingga vena permukaan menjadi lebih teregang.
2.4.2.2 Gejala
Selain tidak enak dilihat, varises vena sering terasa sakit dan menyebabkan kaki mudah lelah. Tetapi banyak juga penderita yang tidak merasakan nyeri, meskipun venanya sangat melebar.
Tungkai bagian bawah dan pergelangan kaki bisa terasa gatal, terutama jika tungkai dalam keadaan hangat (setelah menggunakan kaos kaki atau stoking). Rasa gatal menyebabkan penderita menggaruk dan menyebabkan kulit tampak kemerahan atau timbul ruam. Hal ini sering disalah-artikan sebagai kulit yang kering. Gejala yang terjadi pada varises yang sedang berkembang kadang lebih buruk daripada gejala pada vena yang telah sepenuhnya teregang.
2.4.2.3 Diagnosa
Varises vena biasanya dapat terlihat sebagai penonjolan dibawah kulit, tetapi gejalanya mungkin saja timbul sebelum vena terlihat dari luar. Jika varises belum terlihat, dilakukan peminjatan tungkai untuk menentukan beratnya penyakit ini.
Rontgen atau USG dilakukan untuk menilai fungsi dari vena dalam.
Pemeriksaan ini biasanya hanya dilakukan jika perubahan di kulit menunjukkan adanya kelainan fungsi dari vena dalam atau jika pergelangan kaki penderita bengkak karena edema (penimbunan carian di dalam jaringan dibawah kulit). Varisesnya sendiri tidak menyebabkan edema.
Sebelum melakukan pemeriksaan khusus pada pasien varises vena tungkai, tetap perlu dilakukan anamnesis. Contohnya ada riwayat insufisiensi vena menahun, riwayat kehamilan dan lainnya.
Pada pemeriksaan fisiknya, dapat dilakukan inspeksi tungkai dari berbagai arah dibawah penyinaran cahaya atau dilihat secara langsung. Daerah vena yang berkelok dan berbelit, perlu diraba untuk menilai ketegangan varises dan besarnya pelebaran vena. Dengan berbagai uji, misalnya uji Trendelenburg dan uji Parthes, dapat dinilai derajat dan ketinggian insufisiensi katup vena.
Uji Tredelenburg positif berarti terdapat pengisian vena safena yang patologis. Uji Perthes yang negative memerlukan pemeriksaan flebografi, dan pada terapi bedah harus dilakukan rekondtruksi pembuluh.
Uji trendelenburg pada insufisiensi katup safenofemoral: v. safena magna
A. Tungkai dalam keadaan istirahat; daerah varises tidak kelihatan
B. Fase I: tunkai diangkat sehingga vena kosong; kemudian tungkai diikat dengan pembalut karet di distal lipat paha, atau vena disana ditekan untuk menutup hubungan safenofemoral
C. Fase II: tungkai diturunkan, atau penderita diminta berdiri sementara tekanan dilipat paha dipertahankan. Pada keadaan ini varises tak tampak karena vena tetap karena vena tetap kosong akibat tekanan di persilangan safenofemoral. Vena safena magna tidak terisi darah jika katup v. komunikans dan vena dalam tubuh utuh(kompeten)
D. Fase III: beban karet atau tekanan dilepaskan. Tidak tampaknya varises membuktikan bahwa katup safenofemoral (v.safena magna) dan katup popliteofemoral (v.safena parva) utuh.
A1. Tungkai dalam keadaan istirahaat; varises daerah vena savena magna.
B1. Fase I : sama dengan B yaitu kaki dalam keadaan terangkat dan dikosongkan kemudian lipat paha diikat atau ditekan pada persilangan safenofemoral.
C1. Sama dengan C, fase II
D1. Fase III : bebat karet atau tekanan dilepaskan.
Vena safena magna segera terisi mulai dari atas karena darah cepat mengalir balik dari perut ke tungkai melalui persilangansafenofemoral dan menyebabkan terjadinya varises pada vena safena magna atau vena safena parva karena katupnya insufisien. Insufisien katup safenofemoral maupun katup di dalam vena safena magna, hasil uji Trendelenburg positif.
Untuk menetapkan ada atau tidaknya peredaran darah vena, dilakukan uji Perthes. Pada keadaan berdiri, saat varises penuh, lipat paha diikat sehingga vena safena magna tertutup. Selanjutnya penderita, diminta berjalan ditempat dengan bersemangat sehingga pompa otot tungkai berfungsi baik. Jika varises berangsur-angsur hilang, artinya system vena memadai. Bila katup vena safena magna insufisien, pada perabaan fosa ovalis akan teraba getaran gelombang ketika pasien batuk keras. Getaran batuk dari toraks teraba di pangkal vena safena magna melalui vena kava inferior, vena iliaka dan vena femoralis.
A. Keadaan varises vena safena magna karena insufisiensi vena komunikans dan katup safenofemoral.
B. Vena tungkai dikosongkan; kemudian lipat paha diikat atau hubungan safenofemoral ditekan.
C. Pada sikap berdiri vena safena magna agak cepat terisi, ini menunjukkan insufisiensi katup vena komunikans.
D. Setelah dilepas bebat karet lipat paha vena safena magna seluruhnya terisi karena insufisiensi katup safenofemoral.
A1. Keadaan varies tungkai bawah di daerah vena safena parva maupun vena safena magna bagian distal.
B1. Tungkai bawah diikat bebat tepat di distal sendi lutut setelah tungkai diangkat.
C1. Tungkai diturunkan; tidak tampak varises.
D1. Setelah bebat dilepas terjadi varises di daerahh vena safena parva maupun vena safena magna distal. Ini membuktikan insufisiensi katup safenopopliteal di fossa poplitea.
2.4.2.4 Penatalaksanaan
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Karena varises vena tidak dapat disembuhkan, pengobatan terutama ditujukan untuk mengurangi gejala, memperbaiki penampilan dan mencegah komplikasi. Mengangkat kaki bisa mengurangi gejala tetapi tidak dapat mencegah varises vena.
Penanganan tukak varises terdiri dari tindakan untuk menjamin aliran darah vena kembali tanpa gangguan dan meniadakan bendungan vena dan udem. Bisa menggunakan pembalut atau stoking elastic yang dipakai dari jari kaki sampai lipat paha. Penggunaan kaus kaki khusus yang dibuat menurut lingkaran tungkai pasien juga merupakan tata laksana yang tepat. Di mana pasien harus berjalan setiap hari mengguanakan kaus kaki khusus tersebut, tidak boleh dibuka, kecuali bila penderita berbaring atau tidur. Stoking elastis bekerja dengan cara menekan vena dan mencegah peregangan dan perlukaan pada vena.
Penderita yang tidak ingin menjalani pembedahan atau terapi suntikan atau penderita yang memiliki masalah medis sehingga tidak boleh menjalani pembedahan maupun terapi suntikan, bisa menggunakan stoking elastis ini.
Pada proses pembedahan, ditujukan untuk mengangkat sebanyak mungkin varises vena.
Vena superfisial yang paling besar adalah vena safena magna, yang berjalan mulai dari pergelangan kaki sampai selangkangan, dimana vena ini bergabung dengan vena dalam. Vena safena dapat diangkat melalui prosedur yang disebut stripping.
Pada insufisiensi vena safena magna dengan insufisiensi katup safenofemoral, sebaiknya dilakukan ligasi tinggi vena safena magna. Semua cabang kecil harus diikat dengan baik. Selain dengan ligasi tinggi, biasanya vena safena magna dan parva dikeluarkan seluruhnya dengan bantuan alat kawat yang dimasukkan di vena safena magna setinggi maleolus medialis dipergelangan kaki sampai keluar di setinggi lipat paha, sehingga dapat dicabut sekaligus dari atas ke bawah.
Vena permukaan memiliki peran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan vena dalam, karena itu pengangkatan vena permukaan tidak mengganggu sirkulasi darah selama vena dalam berfungsi dengan normal.
Pada terapi suntikan, vena ditutup, sehingga tidak ada darah yang dapat melewatinya. Suatu larutan disuntikkan untuk mengiritasi vena dan menyebabkan terbentuknya gumpalan (trombus).
Pada dasarnya prosedur ini menyebabkan flebitis permukaan yang tidak berbahaya. Penyembuhan trombus menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang akan menyumbat vena. Tetapi trombus mungkin saja terlarut dan varises vena kembali terbuka.
Jika diameter dari vena yang disuntik ini bisa berkurang melalui penekanan oleh teknik pembebatan khusus, maka ukuran trombus bisa diperkecil sehingga lebih mungkin terbentuk jaringan parut, seperti yang diharapkan. Keuntungan lain dari pembebatan adalah bahwa penekanan yang tepat bisa menghilangkan nyeri, yang biasanya menyertai flebitis permukaan.
Terapi suntikan biasanya dilakukan hanya jika varises kembali timbul setelah pembedahan atau jika penderita menginginkan tungkainya tampak cantik.(medicastore)
2.4.2.5 Komplikasi
Hanya sebagian kecil penderita yang memiliki komplikasi, yaitu berupa:
• Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau daerah kecoklatan; biasanya pada bagian dalam tungkai, diatas pergelangan kaki. Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus (borok) yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh.
• Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera; biasanya menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
• Perdarahan, Jika kulit diatas varises sangat tipis, cedera ringan (terutama karena penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan. Perdarahan juga bisa berasal dari borok.
2.4.2.6 Ruptur Varises
Hemoragia dari vena superficial tipis yang mengalami dilatasi pada pasien dengan varises vena pada ekstremitas bawah dapat timbul secara spontan atau akibat cidera. Daerah di mana vena safena magna melintasi maleolus medialis adalah daerah yang sering terkena.
Ruptura dari suatu varises subkutan dan intradermal menimbulkan suatu bercak ekimosisatau suatu hematoma yang jika tidak diterapi, dapat menjadi ulkus stasis.
Kehilangan darah biasanya minimal, tetapi dapat cukup ekstensif sehingga memerlukan transfusi. Perdarahan mudah dikontrol dengan melakukan pembalutan kompresi dan perban elastic dari jari kaki sampai tuberositas tibiae.
2. 4. 3 Tromboflebitis
2.4.3.1 Pengertian
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2.4.3.2 Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
• Pelvio tamboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
• Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum. (Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002).
Edema pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian
2.4.3.3 Etiologi
• Perluasan infeksi endometrium
• Mempunyai varises pada vena
• Obesitas
• Pernah mengalami tramboflebitis
• Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
• Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
(Adele Pillitteri, 2007)
2.4.3.4 Tanda dan Gejala
• Pelvio Tromboflebitis
a. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
• Mengigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
• Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis)
• Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan
• Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru.
c. Abses pada pelvis
d. Gambaran darah
• Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia)
• Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
e. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
• Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
o Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
o Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
o Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
o Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
o Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
o Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
2.4.3.5 Penatalaksanaan
a. Pelvio Tromboflebitis
1. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik
2. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum
3. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum
4. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan.
(Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)
b. Tromboflebitis Femoralis
1. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
2. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
3. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
4. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
5. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
6. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
7. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
8. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
9. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
10. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran.
11. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan
16. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
(Adele Pillitteri, 2007)
2.4.3.6 Tromboflebitis Superfisial Akut
Tromboflebitis superfisial merupakan thrombosis akut dengan peradangan akut yang tidak mengakibatkan emboli. Penderita umumnya mengeluh nyeri di daerah vena disertai nyeri tekan. Sedangkan kulit di sekitarnya kemerahan dan panas. Kadang ditemukan udem atau pembengkakan local, nyeri ketika menggerakkan tungkai.
Pada perabaan, selain nyeri tekan, teraba pula pengerasan vena di tempat katupnya, kadang teraba hambatan aliran vena dan penggembungan vena di daerah katup.
Penanganan terdiri atas istirahat, pemberian kompres hangat pada keadaan akut, dan analgetik. Kaki diletakkan tinggi dan lengan diberi mitela. Pada flebitis ringan setelah pemberian infuse lama, dapat diberikan pengobatan konservatif dengan kompres alcohol.
Keadaan ini timbul secara spontan pada pasien-pasien dengan varises vena, pada wanita selama dan sesudah kehamilan, pada wanita yang memakai kontrasepsi oral, pada pasien pasca trauma dan pada pasien dengan karsinoma atau diskrasia darah.
Lesinya berupa simpai eritematous yang nyeri, yang mengikuti jalannya vena superficial. Reaksi inflamasi biasanya biasanya mereda dalam 7-18 hari. Jika terdapat progresi proksimal dari kulit yang dingin atau tanda-tanda penurunan aktivitas motorik atau sensasi, intervensi bedah segera diperlukan. Pengobatan meliputi tirah baring dengan elevasi ekstremitas dan kompres hangat lembab dan analgetika.
2.4.3.7 Tromboflebitis Profunda
Keadaan darurat dari kondisi ini berasal dari komplikasi yang sering fatal dari emboli paru. Tromboflebitis paling sering mengenai vena-vena profunda dari betis, system ilifemoral, vena-vena pelvis dan aksila. Statis vena merupakan penyebab dasar dari tromboflebitis profunda.
Tanda dan gejalanya :
a. Biasanya terdapat nyeri dan bengkak yang timbul dengan cepat pada tungkai.
b. Terdapat nyeri tekan difus dari otot pada kompresi manual.
c. Tindakan dorsofleksi secara paksa dari kaki menimbulkan nyeri pada betis. Terdapat peningkatan resisten terhadap dorsofleksi pasif (tanda Homan).
d. Nyeri tekan dari betis pada palpasi dan otot betis yang keras.
e. Tromboflebitis iliofemoral menyebabkan pembengkakan dari paha dan nyeri tekan sepanjang vena femoralis communis di bawah ligamentum inguinale.
f. Lingkar betis dan paha pada ekstremitas yang terkena dapat membesar sampai 2 cm atau lebih dibandingkan ekstremitas kontralateral yang normal.
Diagnosis :
a. Venografi adalah prosedur diagnosis definitive, tetapi invasive dan dapat menimbulkan komplikasi yang potensial dari material kontras radiografi.
b. Skening fibrinogen radioaktif bermanfaat dalam mendiagnosis thrombosis vena betis.
c. Impedance plethysmography adalah suatu teknik non-invasif untuk mendiagnosis thrombosis vena poplitea, femoralis dan iliaka.
Terapi
a. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan dibatasi dengan tirah baring di mana tungkai yang sakit dielevasi.
b. Suatu dosis awal heparin sebesar 5000 unit harus diberikan secara intravena. Sebelum pemberian ini, harus diambil darah untuk pemeriksaan nilai dasar activated partial thromboplastin time.
c. Selanjutnya berikan infuse kontinu dari heparin melalui pompa infuse harus dimulai dengan dosis 1000 unit/jam, dengan peneraan dosis untuk mempertahankan activated partial thromboplastin time pada tingkat 1,5-2 kali nilai dasar.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Ny. N, 26 tahun , datang ke IGD RSI Siti Rahmah dengan keadaan post partum 5 hari yang lalu.
3.1 Anamnesis
a. Keluhan utama
Ibu post partum 5 hari yang lalu mengeluh badannya terasa panas, nyeri pada betis, kaki kiri bengkak dan kemerahan.
b. Riwayat persalinan
Ibu partus pada tanggal 1 November 2010 pukul 19.00 WIB
Kala I : Lamanya 7 jam 40 menit, jumlah perdarahan 0 cc, ketuban pecah spontan, air ketuban jernih.
Kala II : Lamanya 30 menit persalinan spontan pervaginam, bayi lahir normal APGAR SCORE 7/9 , jenis kelamian laki-laki, BB 2800 gram, PB 50 cm, tidak ada lilitan tali pusat, tidak ada robekan jalan lahir, jumlah perdarahan +/- 100 cc.
Kala III : Lamanya 15 menit, plasenta lahir spontan, kotiledon dan selaput lengkap berat plasenta 500gr, kontraksi uterus baik, jumlah perdarahan +/- 100 cc.
Kala IV : Berlangsung normal, kontraksi uterus baik, jumlah perdarahan +/- 200cc, keadaan umum ibu tampak letih, TD:110/70 mmHg, RR: 20x/ menit, S: 37,5 oC, N: 80x/menit.
c. Pola Hidup Sehari-Hari
• Nutrisi
- Sebelum melahirkan : Ibu makan 3x sehari, dengan porsi satu piring nasi, sayur, tempe/ikan, buah. Ibu minum 8-12 gelas / hari dan minum susu.2 gelas / hari
- Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan tidak begitu nafsu makan, dua kali sehari dengan porsi 1 piring nasi, sayur, tempe, ikan, telur, buah. Ibu telah banyak minum 12-14 gelas / hari. Dan minum susu 2 gelas/hari
• Eliminasi
- Sebelum melahirkan : BAB; 1x sehari konsistensi lunak.
- BAK : 3-4x sehari
- Sesudah melahirkan : BAB; Ibu mengatakan belum BAB setelah melahirkan.
- BAK sejak melahirkan ibu sudah 3x BAK.
• Istirahat
- Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan biasa tidur 7-8 jam / hari, 1 jam tidur siang.
- Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan sulit tidur karena nyeri pada betisnya, sehingga hanya tidur 5-6 jam / hari, tidur siang ½ jam.
• Aktifitas
- Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan melakukan tugas rumah tangga sendiri, melakukan kegiatan sehari-hari sendiri tanpa bantuan.
- Sesudah melahirkan : Ibu belum melakukan banyak aktifitas di bantu keluarga, namun sudah bisa ke kamar mandi sendiri.
• Personal Hygiene
- Sebelum melahirkan : Baik, Ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari.
- Sesudah melahirkan : Baik, Ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari, cuci rambut 2 hari sekali, ganti pembalut 3x sehari, cuci tangan sesudah BAK dan BAB, cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
d. Keadan Psikologis
Ibu mengatakan saat ini merasa bahagia dengan kelahiran bayinya karena sudah lama menantikannya, namun ibu agak cemas tidak bisa merawat bayinya dengan baik karena ini pengalamannya yang pertama. Suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya. Ibu takut bergerak karena terasa nyeri, Ibu menyusui bayinya.
e. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu post partum hari 4, ibu mengatakan badannya letih dan pegal tidak ada luka jahitan, nyeri pada kaki dan betis ibu mengatakan takut bergerak.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada penyakit menular dan tidak mempunyai penyakit menahun, seperti jantung, darah tinggi, gula, asma.
3.2 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Ibu tampak letih dan kesakitan pada tungkai bawahnya.
Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 85x / menit
Temperatur : 38oC
Pernafasan : 25 x / menit
b. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Rambut berwarna hitam, lurus, bersih
b. Wajah : Tidak ada odema
c. Mata : Fungsi penglihatan baik, konjungtiva pucat, sklera putih, simetris kanan dan kiri
d. Hidung : Bersih, tidak ada benda asing, tidak ada pengeluaran
e. Telinga : Fungsi pendengaran baik, bersih, tidak ada pengeluaran
f. Mulut dan gigi : Bibir lembab, tidak ada caries, lidah bersih, tidak ada peradangan tonsil
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembengkakan vena jugularis
h. Payudara : Terlihat bersih, konsistensi lunak, simetris kanan-kiri, putting susu menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada areola mamae, tidak ada nyeri, abses, dan pembengkakan, ASI lancar
i. Abdomen : TFU pertengahan pusat-sympisis, kandung kemih kosong, konsistensi keras, kontraksi uterus baik.
j. Genitalia : Tidak terdapat luka perineum, tidak ada varises pada vagina, pengeluaran lokhea sanguilenta, tidak ada oedema
k. Bokong : Kotor oleh lendir dan bekas darah serta air ketuban, tidak terdapat hemoroid
l. Ekstrimitas atas : aktif
m. Ekstrimitas bawah : Ada oedema, kaki kiri bengkak dan kemerahan, nyeri pada betis, kaki kiri sulit digerakkan, simetris kanan-kiri
Diagnosa
Ny. “N” umur 26 tahun P1A0 post partum hari ke-5 dengan dugaan tromboflebitis femoralis
Penatalaksanaan
1. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
2. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
3. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca partum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
4. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
5. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
6. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
7. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
8. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
9. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
10. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran.
11. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan
16. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
(Adele Pillitteri, 2007)
Diskusi :
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saaat ini yaitu mengalami tromboflebitis femoralis sehingga kaki ibu bengkak dan tegang dan terasa nyeri, suhu tubuh 380C, ibu mengerti tentang keadaannya saat ini.
2. Menjelaskan pada ibu untuk melakukan ambulasi dini agar dapat meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan bekuan darah, misalnya: jika ibu sudah merasa tidak lelah anjurkan untuk kekamar mandi namun tetap ditemani.
3. Menjelaskan pada ibu untuk tidak menggantung kaki lebih dari 1 jam dan memberi alas penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yang kuat pada betis.
4. Menjelaskan dan mengajarkan pada ibu tentang cara mengurangi nyeri yaitu kaki dikompres dengan air hangat
5. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan melibatakan diri dalam kegiatan ibu untuk mengatasi tromboflebis misalnya membantu ibu unutuk melakukan ambulasi dini dengan cara menemani ibu kekamar mandi, jalan-jalan disekitar tempat tidur, mengingatkan ibu untuk tidak menggantung kaki lebih dari 1 jam.
6. Menjelaskan pada ibu tentang pentingnya pemenuhan keutuhan nutrisi bagi ibu nifas seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, mineral, vitamin, cukup (sayur-sayuran, tempe, tahu, telur, ikan, buah-buahan, susu).
7. Menjelaskan dan menganjurkan ibu untuk minum 3 liter setiap hari(8-12 gelas setiap hari) untuk mencegah dehidrasi dan menurunkan panas dengan adanya peningkatan pengeluaran urine.
8. Membantu ibu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan melibatkan keluarganya seperti pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisinya.
9. Megobservasi apakah ibu sudah dapat mengurangi nyeri, melakukan ambulasi dini dengan atau tanpa bantuan keluarga dan observasi suhu badan ibu.
10. Menyampaikan pada ibu dan keluarga bahwa ibu perlu dirujuk untuk memastikan gangguan yang dialami ibu dan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar