blog_ku

Annyeong haseyo
terima kasih udah berkenan mengunjungi blog saya
semoga bermanfaat dan menghibur :)

Senin, 12 September 2011

PENYAKIT VENA AKUT
ABSTRACT
Acute venous disorders include deep venous thrombosis, superficial and profunda venous thrombophlebitis, and venous trauma. Deep venous thrombosis (DVT) most often arises from the convergence of multiple genetic and acquired risk factors, with a variable estimated incidence of 56 to 160 cases per 100,000 population per year. Acute thrombosis is followed by an inflammatory response in the thrombus and vein wall leading to thrombus amplification, organization, and recanalization. Clinically, there is an exponential decrease in thrombus load over the first 6 months, with most recanalization occurring over the first 6 weeks after thrombosis. Pulmonary embolism (PE) and the post-thrombotic syndrome (PTS) are the most important acute and chronic complications of DVT. Despite the effectiveness of thromboembolism prophylaxis, appropriate measures are utilized in as few as one-third of at-risk patients. Once established, the treatment of venous thromboembolism (VTE) has been defined by randomized clinical trials, with appropriate anticoagulation constituting the mainstay of management. Despite its effectiveness in preventing recurrent VTE, anticoagulation alone imperfectly protects against PTS. Although randomized trials are currently lacking, at least some data suggests that catheter-directed thrombolysis or combined pharmaco-mechanical thrombectomy can reduce post-thrombotic symptoms and improve quality of life after acute ileofemoral DVT. Inferior vena caval filters continue to have a role among patients with contra-indications to, complications of, or failure of anticoagulation. However, an expanded role for retrievable filters for relative indications has yet to be clearly established. The incidence of superficial venous thrombophlebitis is likely under-reported, but it occurs in approximately 125,000 patients per year in the United States. Although the appropriate treatment remains controversial, recent investigations suggest that anticoagulation may be more effective than ligation in preventing DVT and PE. Venous injuries are similarly under-reported and the true incidence is unknown. Current recommendations include repair of injuries to the major proximal veins. If repair not safe or possible, ligation should be performed.
ABSTRAK
Yang termasuk kedalam gangguan vena akut yaitu trombosis vena dalam, tromboflebitis vena superfisial dan vena profunda serta trauma vena. Trombosis vena dalam (DVT) paling sering muncul dari konvergensi dari beberapa faktor risiko genetik dan diperoleh, dengan kejadian diperkirakan sekitar 56-160 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Trombosis akut diikuti oleh respon inflamasi di dinding vena trombus dan menyebabkan amplifikasi trombus, organisasi, dan rekanalisasi. Secara klinis, ada penurunan eksponensial dalam beban trombus selama 6 bulan pertama, dengan rekanalisasi kebanyakan terjadi selama 6 minggu pertama setelah trombosis. Pulmonary embolism (PE) dan sindrom pasca-trombotik (PTS) adalah komplikasi akut dan kronis yang paling penting dari DVT. Meskipun efektivitas profilaksis tromboemboli, merupakan langkah yang tepat digunakan dalam sepertiga dari pasien yang berisiko. Setelah dilaksanakan, pengobatan tromboemboli vena (VTE) telah didefinisikan oleh uji klinis acak, dengan antikoagulasi yang sesuai yang merupakan andalan manajemen. Meskipun efektivitasnya dalam mencegah VTE berulang, antikoagulasi sendiri tidak sempurna melindungi terhadap PTS. Meskipun percobaan acak saat ini kurang, setidaknya beberapa data menunjukkan bahwa kateter pada trombolisis atau dikombinasikan pharmaco-mekanis thrombectomy dapat mengurangi trombosis pasca-gejala dan meningkatkan kualitas hidup setelah DVT ileofemoral akut. Filter vena kava inferior terus memiliki peran antara pasien dengan kontra-indikasi, komplikasi, atau kegagalan antikoagulasi. Namun, peran filter yang diperluas untuk indikasi relatif masih belum jelas. Insiden tromboflebitis vena superfisial masih sedikit dilaporkan, tapi terjadi pada sekitar 125.000 pasien per tahun di Amerika Serikat. Meskipun perawatan yang tepat masih kontroversial, penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa antikoagulan kemungkinan lebih efektif daripada ligasi dalam mencegah DVT dan PE. Cedera vena sama-sama masih sedikit dilaporkan dan kejadian yang sebenarnya tidak diketahui. Rekomendasi saat ini meliputi perbaikan luka pada pembuluh darah besar proksimal. Jika perbaikan tidak aman atau memungkinkan, ligasi harus dilakukan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit vena mengacu pada semua kondisi yang berkaitan dengan atau disebabkan oleh vena yang sakit atau abnormal. Penyakit vena sangat umum, sekitar 15 persen dari populasi orang dewasa. Penyakit vena yang ringan biasanya tidak masalah bagi pasien, tetapi jika memburuk, dapat menjadi insufisiensi vena kronis. Dalam sirkulasi yang normal, arteri membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke tubuh, dan vena kembali darah ke jantung. Vena memiliki katup satu arah panjangnya untuk menjaga darah mengalir ke jantung. Ada tiga jenis pembuluh darah di kaki: vena superfisialis, vena penghubung , dan vena dalam. Vena superfisial terletak tepat di bawah kulit dan membawa sekitar 10 sampai 15 persen dari darah di kaki. Vena superfisial mengalir ke vena penghubung, yang mengalir ke vena dalam. Jika dinding pembuluh darah menjadi lemah atau rusak, atau jika katup diregangkan atau terluka, sistem berhenti bekerja normal dan darah mulai mengalir mundur ketika otot-otot rileks. Hal ini menciptakan tekanan luar biasa tinggi di pembuluh darah, mengakibatkan bahkan lebih peregangan, memutar, dan pembengkakan pembuluh darah. Pembuluh darah abnormal dengan aliran darah lesu mereka menciptakan gangguan dikenal sebagai penyakit vena. Gangguan system vena, terutama pada ekstremitas bawah, mencakup kelainan misalnya varises dengan segala komplikasinya, sindrom pasca flebitis serta kelainan system vena lainnya yang dapat melibatkan system pembuluh darah arteri atau getah bening. Tapi karena evolusi yang lambat dan biasanya tidak ada gejala yang berat yang menyebabkan cacat atau kehilangan ekstremitas seperti kelainan pada pembuluh arteri, maka sampai sekarang profesi kedokteran tidak cukup memberikan perhatian terhadap keadaan ini. Selain itu, dalam beberapa hal, anatomi maupun patofisiologi system pembuluh vena tidak begitu dipahami, sehingga hasil yang dicapai kurang memuaskan. Sama halnya dalam setiap pembahasan mengenai bedah vaskuler, kebanyakan buku menjabarkan tentang arteri dan semua bagian-bagian penyakitnya. Vena hanya sedikit dibahas, sehingga sulit untuk mencari literatur yang bagus, benar dan banyak mengenai penyakit vena akut. Sampai sekarang pendekatan terapi terhadap kelainan system vena ini adalah berupa tindakan bedah pada kasus tertentu atau pemberian obat per oral, intra muskuler, intravena atau topikal. (Jusi, H. D, 1991) Maka dari itulah, kami sebagai penggali ilmu yang terus mencari dan mengembangkan ilmu kedokteran, berusaha untuk menggali sedalam mungkin ilmu tersebut. Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami selaku penulis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengupas masalah gangguan system vena, terutama pada penyakit-penyakit vena akut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan kami dalam membuat karya tulis ilmiah ini adalah: a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem vena.
b. Untuk mengetahui tentang pengertian, etiologi, faktor resiko penyakit vena akut.
c. Untuk memahami dan bisa menjelaskan patofisiologi penyakit vena akut.
d. Mengetahui bagaimana patologi dari penyakit vena akut.
e. Dapat mendiagnosis suatu penyakit vena akut, yaitu dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
f. Dapat memecahkan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyakit vena akut.
1.3 Manfaat
Dengan membuat sebuah karya tulis ilmiah ini, diharapkan kami dapat memperoleh manfaatnya, yaitu :
a. Kami dapat memahami semua yang berkaitan dengan berbagai penyakit vena akut, mulai dari definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, patologi dan yang terpenting adalah diagnosisnya.
b. Dengan mengetahui semua hal tentang penyakit vena akut, kami pun dapat menyelesaikan dan memecahkan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyakit vena akut.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anatomi Sistem Vena
Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem vena yang mempunyai arti klinis, yaitu sistem vena superfisial, sistem vena profunda dan sistem vena penghubung (sistem komunikans).
Sistem pembuluh vena sebagian besar mempunyai katup yang terbentuk dari reduplikasi lapisan dinding sebelah dalam dan ditunjang oleh jaringan ikat dan elastic. Katup ini menjamin aliran darah kembali ke jantung. Tidak semua vena mempunyai katup, misalnya di daerah kepala dan leher darah mengalir kembali ke jantung karena gravitasi. Katub paling banyak terdapat di eksremitas bawah.
Khusus di daerah ekstremitas atas dan bawah ditentukan dua susunan vena, yaitu yang perifer berjalan dibawah kulit dan yang sebelah dalam berjalan mengikuti susunan arteri. Kedua susunan ini dihubungkan oleh vena perforantes, dengan susunan katup demikian rupa sehingga aliran dari perifer ke dalam tetap satu arah. Kerusakan pada katup akan menyebabkan gangguan pada aliran laminar dalam pembuluh vena, sehingga dapat terjadi varises.
Vena safena magna sebagai salah satu vena perifer pada tungkai bawah, bermula dari maleolus medialis dan berakhir di vena femoralis di bawah ligamentum inguinale, sedangkan vena safena parva mulai dari maleolus lateralis dan berakhir divena poplitea dibawah persendian lutut. (Jusi, H.D, 1991)
Pembuluh darah vena secara anatomi, dari lapisan terdalam tersusun oleh endothelium, tunika intima, otot lingkar dan pada bagian luar tersusun oleh jaringan ikat yang dikelilingi oleh sel lemak.
Pembuluh darah vena pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem ;
(1) subsistem vena permukaan,
(2) subsistem vena dalam, dan
(3) subsistem penghubung.
Vena permukaan terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva. Vena safena magna adalah vena terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus di mata kaki, naik ke bagian medial betis dan paha, bermuara ke vena femoralis tepat di bawah selangkangan. Subsistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah dan terletak dalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran dari venula kecil dan pembuluh intramuskular. Sistem vena dalam cenderung berjalan paralel dengan pembuluh arteri tungkai bawah, dan diberi nama yang sama dengan arteria tersebut.
Subsistem vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh darah yang disebut vena penghubung. Vena penghubung menyusun subsistem penghubung ekstremitas bawah.
Aliran vena yang melawan gravitasi melibatkan berbagai faktor yang dikenal sebagai pompa vena. Ada komponen perifer dan sentral dari pompa vena. Pompa vena perifer tergantung pada kompresi saluran vena selama kontraksi otot. Kontraksi otot mendorong aliran untuk maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena mencegah aliran balik selama relaksasi otot. Selain itu sinus-sinus vena yang kecil dan tidak berkatup atau venula yang terletak didalam otot berfungsi sebagai reservoir darah dan mengosongkan darahnya ke vena-vena dalam selama kontraksi otot. Kontribusi saluran intramuskular ini terutama penting untuk arus balik vena. Kekuatan-kekuatan sentral yang memudahkan aliran balik vena termasuk pengurangan tekanan intrathoraks sewaktu inspirasi dan penurunan tekanan atrium kanan dan ventrikel kanan setelah ejeksi ventrikel. (Price dan Wilson, 1995 ).
Gambar 1 : Anatomi Vena Tungkai Bawah
2.2 Fisiologi Sistem Vena
2.2.1 Hemodinamik Sistem Vena
Hemodinamik sistem vena banyak dipengaruhi oleh hubungan factor tekanan, isi dan aliran vena. Aliran darah balik ke jantung dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor primer dan sekunder.
- Faktor Primer Faktor ini merupakan gaya dominan mendorong darah kembali ke jantung yang disebut sebagai tekanan pengisian sistemik dan merupakan gradient hemodinamika seluruh system sirkulasi yang mulai dari pangkal aorta sampai ke atrium kanan.
- Faktor Sekunder
a. Aksi pompa otot ekstremitas
Dalam keadaan tertentu, misalnya pada seseorang yang mau berdiri, otot-otot ekstremitas berperan penting dalam hal pengembalian darah ke jantung. Segera setelah orang berdiri tegak, darah akan mengalami gaya gravitasi ke arah ekstremitas bawah. Katub vena yang kompeten akan segera mencegah aliran darah retrograde. Dalam beberapa detik kemudian, vena bagian distal sudah terisi dengan darah yang dating dari kapiler yang kemudian pada gilirannya akan meningkatkan tekanan vena pada kaki. Dala keadaan ini reflex kontraksi yang bersifat ritmis dari otot ekstremitas segera mengimbangi keadaan di atas. Pada waktu kontraksi darah akan dipompa ke jantung, sedangkan pada masa relaksasi vena akan terisi lagi. Syaratnya kondisi katup harus kompeten.
b. Pompa respirasi abdomino-torakal
Pompa respirasi bekerja apabila tekanan di dalam rongga toraks berkurang oleh gerakan inspirasi. Pada waktu inspirasi diafragma akan bergerak ke bawah dan akan menyebabkan tekanan intraabdominal meninggi. Tekanan yang meninggi akan menciptakan suatu gradient tekanan yang besar dengan akibat darah vena akan mengalir dari abdomen ke toraks dan pada ekspirasi akan terjadi kebalikannya.
c. Tekanan pengisian sistemik Gaya lain yang beraksi untuk mengembalikan darah ke jantung adalah tekanan pengisian sistemik. Efek gaya ini hanya kecil dan terjadi akibat aktivitas jantung. Tekanan dalam atrium yang rendah pada saat kontaksi ventrikel dan relaksasi atrium akan menyebabkan timbulnya suatu aksi sedotan atau pompa ke depan dari darah yang berada di vena kava.
d. Peranan katup Katup sangat penting untuk mencegah aliran darah ke retrograde. Tanpa adanya katup, aksi pompa otot akan tidak bermakna sama sekali untuk membawa darah vena ke jantung.
e. Tonus Venomotor Kontraksi otot polos yang melengkapi dinding vena turut mempengaruhi aliran balik vena (venous return). Vena pada otot ekstremitas sama sekali tidak dipengaruhi oleh rangsangan saraf simpatis.
Respon terhadap rangasangan simpatis akan dangat tergantung dari tekanan intarvaskular. Pada tekanan yang rendah (0-5 mmHg) penampang melintang vena akan berbentuk elips dan efek kontraksi otot hampir tidak mempengaruhi volume vena. Pada tekanan yang lebih tinggi (diatas 5- 10 mmHg) diameter vena akan berbentuk bulat, serabut otot akanlebih panjang dan lebih tegang. Dalam situasi ini kontraksi otot akan sangat efektif untuk mengembalikan darah ke jantung.
Tekanan darah dalam pembuluh vena lebih rendah dari tekanan dalam pembuluh arteri, ini terlihat pada dinding vena lebih tipis. Tapi diameter vena relatif lebih besar, sehingga vena lebih kaya akan darah di banding arteri. (Jusi, H.D, 1991)
2. 3 Patofisiologi Sistem Vena
Yang memepengaruhi terjadinya kelainan dan gangguan aliran vena adalah keutuhan katup di ketiga system vena. Jika katup di system vena dangkal atau superficial tidak memadai, tekanan hidrostatik akan meninggi sehingga terjadi pelebaran di vena tersebut. Pelebaran akan menambahkan lagi kebocoran katup.
Bila katup di vena perforans tidak memadai, darah akan diperas keluar dari system vena dalam ke sistem vena dangkal setiap kali otot betis atau paha berkontraksi. Akibatnya, makin banyak katup yang mengalami insufisiensi, dan menanggung tekanan hidrostatik di vena saphena magna dan vena saphena parva. Bila katup komunikanss dengan system vena dalam tidak memadai, aliran darah akan berbalik dari proksimal ke distal sehingga vena makin melebar, memanjang dan berkelok.
Hal ini akan menyebabkan udem, statis, dan hipoksemia di subkutis dan kulit. Keadaan inilah yang mendasari timbulnya penyulit berupa thrombosis, gangguan penyembuhan luka dan terbentuknya tukak.
Penyakit vena dititikberatkan pada kelainan vena di tungkai, karena tungkai yang paling besar menyangga beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena. Gangguan lain yang mungkin merupakan penyebab awal dari kelainan sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi adanya thrombosis seperti yang dikemukan oleh Virchow yaitu : kelainan dinding atau endotel, stasis atau hambatan aliran dan kecendrungan pembekuan darah. ( de Jong Wim, 2004 )
Trombosis Trias Virchow :
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.
2. 4 Patologi (Penyakit Vena Akut)
2. 4.1 Trauma Vena
Trauma terhadap pembuluh vena, sering terdapat persamaan dengan trauma terhadap organ lainnya seperti saraf, otot, dan jaringan lunak lainnya. Juga sering bersamaan dengan fraktur dan atau dislokasi pada ekstremitas. Cedera vena mayor biasanya berhubungan dengan trauma arteri. Tapi kadang-kadang suatu luka penetrasi dapat mengenai vena besar saja. Seperti pada trauma arteri, perdarahan aktif dikendalikan dengan kasa kompresi; klem secara membuta pada kedalaman luka harus dihindari.
2.4.1.1 Diagnosis
Kita harus mencurigai setiap trauma pada derah yang anatomis dilalui pembuluh darah besar, apalagi bila ada gejala yang menyokong adanya trauma pembuluh darah seperti hematoma yang cepat membesar. Pengisian kapiler penting untuk diagnosis dan menentukan viabilitas jaringan. Denyut nadi yang melemah atau menghilang, perabaan kulit yang dingin, pucat atau bercak-bercak sianosis pada kulit dapat membantu kita dalam menegakkan diagnosis.
2.4.1.2 Penatalaksanaan
Bila ada perdarahan yang banyak atau memancar yang akan membahayakan jiwa, pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan dan setelah perdarahan berhenti, kita lakukan tindakan definitive. Bila penderita datang dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera diatasi dengan penekanan di atas daerah yang berdarah, jangan dipasang turniket dalam waktu yang lama karena merusak system kolateral yang ikut terbendung. Bila ada kerusakan vena bersama dengan arteri, seharusnya dilakukan penyambungan vena lebih dulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada vena utama. Vena yang kecil bisa diikat saja, tapi lebih baik menyambung sebanyak mungkin vena yang terputus. Bila edema mengganggu aliran darah di ekstremitas, maka fasiotomi sebaiknya dipertimbangkan.
2.4.2 Varises Vena (vena varikosa)
Varises vena adalah pelebaran vena permukaan di tungkai. Kata "varises" berasal dari "varix," kata latin yang berarti memutar. Varises biasanya biru dan cenderung menonjol. Ketika membesar, bahkan bisa menjadi bengkok, berliku-liku, keriput. Setiap vena bisa menjadi varises vena, tetapi varises paling sering terjadi pada kaki. Varises adalah pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-keloknya system vena yang disertai gangguan sirkulasi di dalamnya.
2.4.2.1 Penyebab
Penyebab pasti dari varises vena tidak diketahui, tetapi kemungkinan penyebabnya adalah suatu kelemahan pada dinding vena permukaan. Lama-lama kelemahan ini menyebabkan vena kehilangan kelenturannya. Vena akan meregang dan menjadi lebih panjang dan lebih lebar. Untuk menyesuaikan dengan ruangnya yang normal, vena yang memanjang ini menjadi berliku-liku dan jika menyebabkan penonjolan di kulit yang menutupinya, akan tampak gambaran yang menyerupai ular. Pelebaran vena menyebabkan terpisahnya daun-daun katup. Sebagai akibatnya, jika penderita berdiri, vena dengan cepat akan terisi oleh darah dan vena berdinding tipis yang berliku-liku ini akan semakin melebar. Pelebaran vena juga mempengaruhi beberapa vena yang berhubungan, yang dalam keadaan normal mengalirkan darah hanya dari vena permukaan ke vena dalam. Jika katup-katup pada vena tersebut gagal, maka pada saat otot menekan vena dalam, darah akan menyembur kembali ke dalam vena permukaan, sehingga vena permukaan menjadi lebih teregang.
2.4.2.2 Gejala
Selain tidak enak dilihat, varises vena sering terasa sakit dan menyebabkan kaki mudah lelah. Tetapi banyak juga penderita yang tidak merasakan nyeri, meskipun venanya sangat melebar. Tungkai bagian bawah dan pergelangan kaki bisa terasa gatal, terutama jika tungkai dalam keadaan hangat (setelah menggunakan kaos kaki atau stoking). Rasa gatal menyebabkan penderita menggaruk dan menyebabkan kulit tampak kemerahan atau timbul ruam. Hal ini sering disalah-artikan sebagai kulit yang kering. Gejala yang terjadi pada varises yang sedang berkembang kadang lebih buruk daripada gejala pada vena yang telah sepenuhnya teregang.
2.4.2.3 Diagnosa
Varises vena biasanya dapat terlihat sebagai penonjolan dibawah kulit, tetapi gejalanya mungkin saja timbul sebelum vena terlihat dari luar. Jika varises belum terlihat, dilakukan peminjatan tungkai untuk menentukan beratnya penyakit ini. Rontgen atau USG dilakukan untuk menilai fungsi dari vena dalam. Pemeriksaan ini biasanya hanya dilakukan jika perubahan di kulit menunjukkan adanya kelainan fungsi dari vena dalam atau jika pergelangan kaki penderita bengkak karena edema (penimbunan carian di dalam jaringan dibawah kulit). Varisesnya sendiri tidak menyebabkan edema. Sebelum melakukan pemeriksaan khusus pada pasien varises vena tungkai, tetap perlu dilakukan anamnesis. Contohnya ada riwayat insufisiensi vena menahun, riwayat kehamilan dan lainnya. Pada pemeriksaan fisiknya, dapat dilakukan inspeksi tungkai dari berbagai arah dibawah penyinaran cahaya atau dilihat secara langsung. Daerah vena yang berkelok dan berbelit, perlu diraba untuk menilai ketegangan varises dan besarnya pelebaran vena. Dengan berbagai uji, misalnya uji Trendelenburg dan uji Parthes, dapat dinilai derajat dan ketinggian insufisiensi katup vena. Uji Tredelenburg positif berarti terdapat pengisian vena safena yang patologis. Uji Perthes yang negative memerlukan pemeriksaan flebografi, dan pada terapi bedah harus dilakukan rekondtruksi pembuluh.
Uji trendelenburg pada insufisiensi katup safenofemoral: v. safena magna A. Tungkai dalam keadaan istirahat; daerah varises tidak kelihatan B. Fase I: tunkai diangkat sehingga vena kosong; kemudian tungkai diikat dengan pembalut karet di distal lipat paha, atau vena disana ditekan untuk menutup hubungan safenofemoral C. Fase II: tungkai diturunkan, atau penderita diminta berdiri sementara tekanan dilipat paha dipertahankan. Pada keadaan ini varises tak tampak karena vena tetap karena vena tetap kosong akibat tekanan di persilangan safenofemoral. Vena safena magna tidak terisi darah jika katup v. komunikans dan vena dalam tubuh utuh(kompeten) D. Fase III: beban karet atau tekanan dilepaskan. Tidak tampaknya varises membuktikan bahwa katup safenofemoral (v.safena magna) dan katup popliteofemoral (v.safena parva) utuh. A1. Tungkai dalam keadaan istirahaat; varises daerah vena savena magna. B1. Fase I : sama dengan B yaitu kaki dalam keadaan terangkat dan dikosongkan kemudian lipat paha diikat atau ditekan pada persilangan safenofemoral. C1. Sama dengan C, fase II D1. Fase III : bebat karet atau tekanan dilepaskan. Vena safena magna segera terisi mulai dari atas karena darah cepat mengalir balik dari perut ke tungkai melalui persilangansafenofemoral dan menyebabkan terjadinya varises pada vena safena magna atau vena safena parva karena katupnya insufisien. Insufisien katup safenofemoral maupun katup di dalam vena safena magna, hasil uji Trendelenburg positif. Untuk menetapkan ada atau tidaknya peredaran darah vena, dilakukan uji Perthes. Pada keadaan berdiri, saat varises penuh, lipat paha diikat sehingga vena safena magna tertutup. Selanjutnya penderita, diminta berjalan ditempat dengan bersemangat sehingga pompa otot tungkai berfungsi baik. Jika varises berangsur-angsur hilang, artinya system vena memadai. Bila katup vena safena magna insufisien, pada perabaan fosa ovalis akan teraba getaran gelombang ketika pasien batuk keras. Getaran batuk dari toraks teraba di pangkal vena safena magna melalui vena kava inferior, vena iliaka dan vena femoralis. A. Keadaan varises vena safena magna karena insufisiensi vena komunikans dan katup safenofemoral. B. Vena tungkai dikosongkan; kemudian lipat paha diikat atau hubungan safenofemoral ditekan. C. Pada sikap berdiri vena safena magna agak cepat terisi, ini menunjukkan insufisiensi katup vena komunikans. D. Setelah dilepas bebat karet lipat paha vena safena magna seluruhnya terisi karena insufisiensi katup safenofemoral. A1. Keadaan varies tungkai bawah di daerah vena safena parva maupun vena safena magna bagian distal. B1. Tungkai bawah diikat bebat tepat di distal sendi lutut setelah tungkai diangkat. C1. Tungkai diturunkan; tidak tampak varises. D1. Setelah bebat dilepas terjadi varises di daerahh vena safena parva maupun vena safena magna distal. Ini membuktikan insufisiensi katup safenopopliteal di fossa poplitea.
2.4.2.4 Penatalaksanaan
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Karena varises vena tidak dapat disembuhkan, pengobatan terutama ditujukan untuk mengurangi gejala, memperbaiki penampilan dan mencegah komplikasi. Mengangkat kaki bisa mengurangi gejala tetapi tidak dapat mencegah varises vena. Penanganan tukak varises terdiri dari tindakan untuk menjamin aliran darah vena kembali tanpa gangguan dan meniadakan bendungan vena dan udem. Bisa menggunakan pembalut atau stoking elastic yang dipakai dari jari kaki sampai lipat paha. Penggunaan kaus kaki khusus yang dibuat menurut lingkaran tungkai pasien juga merupakan tata laksana yang tepat. Di mana pasien harus berjalan setiap hari mengguanakan kaus kaki khusus tersebut, tidak boleh dibuka, kecuali bila penderita berbaring atau tidur. Stoking elastis bekerja dengan cara menekan vena dan mencegah peregangan dan perlukaan pada vena. Penderita yang tidak ingin menjalani pembedahan atau terapi suntikan atau penderita yang memiliki masalah medis sehingga tidak boleh menjalani pembedahan maupun terapi suntikan, bisa menggunakan stoking elastis ini.
Pada proses pembedahan, ditujukan untuk mengangkat sebanyak mungkin varises vena. Vena superfisial yang paling besar adalah vena safena magna, yang berjalan mulai dari pergelangan kaki sampai selangkangan, dimana vena ini bergabung dengan vena dalam. Vena safena dapat diangkat melalui prosedur yang disebut stripping. Pada insufisiensi vena safena magna dengan insufisiensi katup safenofemoral, sebaiknya dilakukan ligasi tinggi vena safena magna. Semua cabang kecil harus diikat dengan baik. Selain dengan ligasi tinggi, biasanya vena safena magna dan parva dikeluarkan seluruhnya dengan bantuan alat kawat yang dimasukkan di vena safena magna setinggi maleolus medialis dipergelangan kaki sampai keluar di setinggi lipat paha, sehingga dapat dicabut sekaligus dari atas ke bawah. Vena permukaan memiliki peran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan vena dalam, karena itu pengangkatan vena permukaan tidak mengganggu sirkulasi darah selama vena dalam berfungsi dengan normal. Pada terapi suntikan, vena ditutup, sehingga tidak ada darah yang dapat melewatinya. Suatu larutan disuntikkan untuk mengiritasi vena dan menyebabkan terbentuknya gumpalan (trombus). Pada dasarnya prosedur ini menyebabkan flebitis permukaan yang tidak berbahaya. Penyembuhan trombus menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang akan menyumbat vena. Tetapi trombus mungkin saja terlarut dan varises vena kembali terbuka. Jika diameter dari vena yang disuntik ini bisa berkurang melalui penekanan oleh teknik pembebatan khusus, maka ukuran trombus bisa diperkecil sehingga lebih mungkin terbentuk jaringan parut, seperti yang diharapkan. Keuntungan lain dari pembebatan adalah bahwa penekanan yang tepat bisa menghilangkan nyeri, yang biasanya menyertai flebitis permukaan. Terapi suntikan biasanya dilakukan hanya jika varises kembali timbul setelah pembedahan atau jika penderita menginginkan tungkainya tampak cantik.(medicastore)
2.4.2.5 Komplikasi Hanya sebagian kecil penderita yang memiliki komplikasi, yaitu berupa:
• Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau daerah kecoklatan; biasanya pada bagian dalam tungkai, diatas pergelangan kaki. Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus (borok) yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh.
• Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera; biasanya menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
• Perdarahan, Jika kulit diatas varises sangat tipis, cedera ringan (terutama karena penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan. Perdarahan juga bisa berasal dari borok.
2.4.2.6 Ruptur Varises
Hemoragia dari vena superficial tipis yang mengalami dilatasi pada pasien dengan varises vena pada ekstremitas bawah dapat timbul secara spontan atau akibat cidera. Daerah di mana vena safena magna melintasi maleolus medialis adalah daerah yang sering terkena. Ruptura dari suatu varises subkutan dan intradermal menimbulkan suatu bercak ekimosisatau suatu hematoma yang jika tidak diterapi, dapat menjadi ulkus stasis. Kehilangan darah biasanya minimal, tetapi dapat cukup ekstensif sehingga memerlukan transfusi. Perdarahan mudah dikontrol dengan melakukan pembalutan kompresi dan perban elastic dari jari kaki sampai tuberositas tibiae.
2. 4. 3 Tromboflebitis
2.4.3.1 Pengertian
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2.4.3.2 Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
• Pelvio tamboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
• Tomboflebitis femoralis Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum. (Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002). Edema pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian
2.4.3.3 Etiologi
• Perluasan infeksi endometrium • Mempunyai varises pada vena • Obesitas • Pernah mengalami tramboflebitis • Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama • Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. (Adele Pillitteri, 2007)
2.4.3.4 Tanda dan Gejala
• Pelvio Tromboflebitis a. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas. b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut: • Mengigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas. • Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis) • Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan • Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru. c. Abses pada pelvis d. Gambaran darah • Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia) • Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob. e. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
• Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali. b. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut: o Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya. o Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas. o Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha o Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun. o Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas. o Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
2.4.3.5 Penatalaksanaan
a. Pelvio Tromboflebitis
1. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik 2. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum 3. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum 4. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan. (Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)
b. Tromboflebitis Femoralis
1. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah. 2. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis. 3. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis. 4. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya. 5. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena. 6. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan. 7. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep. 8. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat. 9. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena. 10. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran. 11. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan. 12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi. 13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu. 14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin. 15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan 16. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan. (Adele Pillitteri, 2007)
2.4.3.6 Tromboflebitis Superfisial Akut
Tromboflebitis superfisial merupakan thrombosis akut dengan peradangan akut yang tidak mengakibatkan emboli. Penderita umumnya mengeluh nyeri di daerah vena disertai nyeri tekan. Sedangkan kulit di sekitarnya kemerahan dan panas. Kadang ditemukan udem atau pembengkakan local, nyeri ketika menggerakkan tungkai.
Pada perabaan, selain nyeri tekan, teraba pula pengerasan vena di tempat katupnya, kadang teraba hambatan aliran vena dan penggembungan vena di daerah katup. Penanganan terdiri atas istirahat, pemberian kompres hangat pada keadaan akut, dan analgetik. Kaki diletakkan tinggi dan lengan diberi mitela. Pada flebitis ringan setelah pemberian infuse lama, dapat diberikan pengobatan konservatif dengan kompres alcohol.
Keadaan ini timbul secara spontan pada pasien-pasien dengan varises vena, pada wanita selama dan sesudah kehamilan, pada wanita yang memakai kontrasepsi oral, pada pasien pasca trauma dan pada pasien dengan karsinoma atau diskrasia darah. Lesinya berupa simpai eritematous yang nyeri, yang mengikuti jalannya vena superficial. Reaksi inflamasi biasanya biasanya mereda dalam 7-18 hari. Jika terdapat progresi proksimal dari kulit yang dingin atau tanda-tanda penurunan aktivitas motorik atau sensasi, intervensi bedah segera diperlukan. Pengobatan meliputi tirah baring dengan elevasi ekstremitas dan kompres hangat lembab dan analgetika.
2.4.3.7 Tromboflebitis Profunda
Keadaan darurat dari kondisi ini berasal dari komplikasi yang sering fatal dari emboli paru. Tromboflebitis paling sering mengenai vena-vena profunda dari betis, system ilifemoral, vena-vena pelvis dan aksila. Statis vena merupakan penyebab dasar dari tromboflebitis profunda.
Tanda dan gejalanya :
a. Biasanya terdapat nyeri dan bengkak yang timbul dengan cepat pada tungkai. b. Terdapat nyeri tekan difus dari otot pada kompresi manual. c. Tindakan dorsofleksi secara paksa dari kaki menimbulkan nyeri pada betis. Terdapat peningkatan resisten terhadap dorsofleksi pasif (tanda Homan). d. Nyeri tekan dari betis pada palpasi dan otot betis yang keras. e. Tromboflebitis iliofemoral menyebabkan pembengkakan dari paha dan nyeri tekan sepanjang vena femoralis communis di bawah ligamentum inguinale. f. Lingkar betis dan paha pada ekstremitas yang terkena dapat membesar sampai 2 cm atau lebih dibandingkan ekstremitas kontralateral yang normal.
Diagnosis :
a. Venografi adalah prosedur diagnosis definitive, tetapi invasive dan dapat menimbulkan komplikasi yang potensial dari material kontras radiografi. b. Skening fibrinogen radioaktif bermanfaat dalam mendiagnosis thrombosis vena betis. c. Impedance plethysmography adalah suatu teknik non-invasif untuk mendiagnosis thrombosis vena poplitea, femoralis dan iliaka.
Terapi
a. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan dibatasi dengan tirah baring di mana tungkai yang sakit dielevasi. b. Suatu dosis awal heparin sebesar 5000 unit harus diberikan secara intravena. Sebelum pemberian ini, harus diambil darah untuk pemeriksaan nilai dasar activated partial thromboplastin time. c. Selanjutnya berikan infuse kontinu dari heparin melalui pompa infuse harus dimulai dengan dosis 1000 unit/jam, dengan peneraan dosis untuk mempertahankan activated partial thromboplastin time pada tingkat 1,5-2 kali nilai dasar.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Ny. N, 26 tahun , datang ke IGD RSI Siti Rahmah dengan keadaan post partum 5 hari yang lalu.
3.1 Anamnesis
a. Keluhan utama
Ibu post partum 5 hari yang lalu mengeluh badannya terasa panas, nyeri pada betis, kaki kiri bengkak dan kemerahan.
b. Riwayat persalinan
Ibu partus pada tanggal 1 November 2010 pukul 19.00 WIB Kala I : Lamanya 7 jam 40 menit, jumlah perdarahan 0 cc, ketuban pecah spontan, air ketuban jernih. Kala II : Lamanya 30 menit persalinan spontan pervaginam, bayi lahir normal APGAR SCORE 7/9 , jenis kelamian laki-laki, BB 2800 gram, PB 50 cm, tidak ada lilitan tali pusat, tidak ada robekan jalan lahir, jumlah perdarahan +/- 100 cc. Kala III : Lamanya 15 menit, plasenta lahir spontan, kotiledon dan selaput lengkap berat plasenta 500gr, kontraksi uterus baik, jumlah perdarahan +/- 100 cc. Kala IV : Berlangsung normal, kontraksi uterus baik, jumlah perdarahan +/- 200cc, keadaan umum ibu tampak letih, TD:110/70 mmHg, RR: 20x/ menit, S: 37,5 oC, N: 80x/menit.
c. Pola Hidup Sehari-Hari
• Nutrisi - Sebelum melahirkan : Ibu makan 3x sehari, dengan porsi satu piring nasi, sayur, tempe/ikan, buah. Ibu minum 8-12 gelas / hari dan minum susu.2 gelas / hari - Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan tidak begitu nafsu makan, dua kali sehari dengan porsi 1 piring nasi, sayur, tempe, ikan, telur, buah. Ibu telah banyak minum 12-14 gelas / hari. Dan minum susu 2 gelas/hari • Eliminasi - Sebelum melahirkan : BAB; 1x sehari konsistensi lunak. - BAK : 3-4x sehari - Sesudah melahirkan : BAB; Ibu mengatakan belum BAB setelah melahirkan. - BAK sejak melahirkan ibu sudah 3x BAK. • Istirahat - Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan biasa tidur 7-8 jam / hari, 1 jam tidur siang. - Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan sulit tidur karena nyeri pada betisnya, sehingga hanya tidur 5-6 jam / hari, tidur siang ½ jam. • Aktifitas - Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan melakukan tugas rumah tangga sendiri, melakukan kegiatan sehari-hari sendiri tanpa bantuan. - Sesudah melahirkan : Ibu belum melakukan banyak aktifitas di bantu keluarga, namun sudah bisa ke kamar mandi sendiri. • Personal Hygiene - Sebelum melahirkan : Baik, Ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari. - Sesudah melahirkan : Baik, Ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari, cuci rambut 2 hari sekali, ganti pembalut 3x sehari, cuci tangan sesudah BAK dan BAB, cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
d. Keadan Psikologis Ibu mengatakan saat ini merasa bahagia dengan kelahiran bayinya karena sudah lama menantikannya, namun ibu agak cemas tidak bisa merawat bayinya dengan baik karena ini pengalamannya yang pertama. Suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya. Ibu takut bergerak karena terasa nyeri, Ibu menyusui bayinya.
e. Riwayat kesehatan sekarang Ibu post partum hari 4, ibu mengatakan badannya letih dan pegal tidak ada luka jahitan, nyeri pada kaki dan betis ibu mengatakan takut bergerak.
f. Riwayat kesehatan keluarga Dalam keluarga tidak ada penyakit menular dan tidak mempunyai penyakit menahun, seperti jantung, darah tinggi, gula, asma.
3.2 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Ibu tampak letih dan kesakitan pada tungkai bawahnya. Kesadaran : Compos mentis - Tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg Nadi : 85x / menit Temperatur : 38oC Pernafasan : 25 x / menit b. Pemeriksaan Fisik a. Kepala : Rambut berwarna hitam, lurus, bersih b. Wajah : Tidak ada odema c. Mata : Fungsi penglihatan baik, konjungtiva pucat, sklera putih, simetris kanan dan kiri d. Hidung : Bersih, tidak ada benda asing, tidak ada pengeluaran e. Telinga : Fungsi pendengaran baik, bersih, tidak ada pengeluaran f. Mulut dan gigi : Bibir lembab, tidak ada caries, lidah bersih, tidak ada peradangan tonsil g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembengkakan vena jugularis h. Payudara : Terlihat bersih, konsistensi lunak, simetris kanan-kiri, putting susu menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada areola mamae, tidak ada nyeri, abses, dan pembengkakan, ASI lancar i. Abdomen : TFU pertengahan pusat-sympisis, kandung kemih kosong, konsistensi keras, kontraksi uterus baik. j. Genitalia : Tidak terdapat luka perineum, tidak ada varises pada vagina, pengeluaran lokhea sanguilenta, tidak ada oedema k. Bokong : Kotor oleh lendir dan bekas darah serta air ketuban, tidak terdapat hemoroid l. Ekstrimitas atas : aktif m. Ekstrimitas bawah : Ada oedema, kaki kiri bengkak dan kemerahan, nyeri pada betis, kaki kiri sulit digerakkan, simetris kanan-kiri
Diagnosa Ny. “N” umur 26 tahun P1A0 post partum hari ke-5 dengan dugaan tromboflebitis femoralis
Penatalaksanaan
1. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah. 2. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis. 3. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca partum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis. 4. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya. 5. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena. 6. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan. 7. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep. 8. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat. 9. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena. 10. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran. 11. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan. 12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi. 13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu. 14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin. 15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan 16. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan. (Adele Pillitteri, 2007)
Diskusi :
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saaat ini yaitu mengalami tromboflebitis femoralis sehingga kaki ibu bengkak dan tegang dan terasa nyeri, suhu tubuh 380C, ibu mengerti tentang keadaannya saat ini. 2. Menjelaskan pada ibu untuk melakukan ambulasi dini agar dapat meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan bekuan darah, misalnya: jika ibu sudah merasa tidak lelah anjurkan untuk kekamar mandi namun tetap ditemani. 3. Menjelaskan pada ibu untuk tidak menggantung kaki lebih dari 1 jam dan memberi alas penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yang kuat pada betis. 4. Menjelaskan dan mengajarkan pada ibu tentang cara mengurangi nyeri yaitu kaki dikompres dengan air hangat 5. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan melibatakan diri dalam kegiatan ibu untuk mengatasi tromboflebis misalnya membantu ibu unutuk melakukan ambulasi dini dengan cara menemani ibu kekamar mandi, jalan-jalan disekitar tempat tidur, mengingatkan ibu untuk tidak menggantung kaki lebih dari 1 jam. 6. Menjelaskan pada ibu tentang pentingnya pemenuhan keutuhan nutrisi bagi ibu nifas seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, mineral, vitamin, cukup (sayur-sayuran, tempe, tahu, telur, ikan, buah-buahan, susu). 7. Menjelaskan dan menganjurkan ibu untuk minum 3 liter setiap hari(8-12 gelas setiap hari) untuk mencegah dehidrasi dan menurunkan panas dengan adanya peningkatan pengeluaran urine. 8. Membantu ibu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan melibatkan keluarganya seperti pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisinya. 9. Megobservasi apakah ibu sudah dapat mengurangi nyeri, melakukan ambulasi dini dengan atau tanpa bantuan keluarga dan observasi suhu badan ibu. 10. Menyampaikan pada ibu dan keluarga bahwa ibu perlu dirujuk untuk memastikan gangguan yang dialami ibu dan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Sabtu, 10 September 2011

kebersamaan itu indah :)

Arti sebuah persahabatan tidak bisa hanya diucapkan bahwa "kami sahabat sejati" atau direalisasikan dengan sebuah pelukan hangat seorang sahabat. Arti sahabat lebih dari itu, yang mempunyai arti yang sangat mendalam. Sahabat selalu ada saat kita dalam keadaan duka maupun suka. Sahabat selalu memberi suntikan semangat saat kita down akan suatu hal, dia pun pasti hadir saat kita ingin berbagi kebahagiaan. Setianya seorang sahabat melebihi seorang pacar, memang wajar sering diutarakan orang, pacar bisa jadi "mantan pacar", tapi sahabat tidak bisa disematkan disampingnya dengan sebutan "mantan sahabat". Meskipun terkadang diantara sahabat itu pernah terjadi perselisihan, tapi ujung-ujungnya pasti ada sebuah pelukan hangat dengan saling memaafkan.

Beruntung saya mempunyai sahabat-sahabat yang sangat mengerti saya. Saat saya down dengan hingar-bingar perkuliahan, merekalah tempat saya mengadu dan curhat walaupun jarak diantara kami memisahkan. Saat pergolakan dunia "percintaan" kaula muda yang saya alami, pasti mereka dengan ikhlas mendengarkan keluhan-keluhan saya, ikut senang saat saya merasakan berbunga-bunga karena "cinta". Mereka berikan masukan dan suntikan semangat sehingga hal-hal yang berat itu buat saya ringan menghadapinya. Komunikasi di antara kami pun selalu terjaga, saling kirim kabar baik lewat sms ataupun telponan. Saya sayang kalian :)


Foto di atas saat kami buka bersama bulan Ramadhan tahun ini. Susah cari waktu yang tepat agar bisa ngumpul sama-sama. Pasalnya kami kuliah di kota yang berbeda sehingga waktu pulang kampung pun berbeda-beda. Nah,, pada moment inilah kami bisa ngumpul semuanya, saya sangat senang :)


Foto ini saat kami lg nunggu waktunya berbuka, kami buka bersama di Kampung, Pasar Baru Koto, dekat perkampungan cina. Di sana memang pas untuk tempat berbuka, beraneka ragam makanan dijajakan... eemmm.. hehe
Kami pun bingung milih menu yang cocok di lidah dan sesuai selera. Widya, Gea dan Dila pengennya makan sate padang... eh saya dan Nia yang udah bosan dengan makanan itu protes dan tak mau milih menu itu, pasalnya kami kuliah di Padang, jadinya udah biasa makan itu. Akhirnya saya dan Nia memilih untuk makan nasi soto... hehehe :)



Nah,, kalau ini foto saat kami selesai berbuka dan shalat Maghrib. Kami melanjutkan perjalanan ke Mall untuk foto box sambil cuci mata, hehe...

Eh ya,, saya belum mengenalkan satu persatu sahabat saya...
kita mulai dari kanan ya ...
Yang pakai jilbab merah dengan baju hitam itu saya. Sebelahnya itu Nia, sahabat saya dari TK, sekolah kami pun sama terus, cuma waktu kuliah aja kami beda universitas tapi tetap satu kota. Nia orangnya "heboh", tanpa ada dia gak rame rasanya, hehe.. Kami juga manggilnya "Mayong".. sebutan sayang kami. Sebelahnya itu Dila, dia sahabat saya sejak SMP, sekarang dia kuliah di Jakarta. Dila ini atlet voli loh... hehe. Sebelahnya lagi ada Gea, dia sahabat saya dari TK juga. Gea orangnya asyik dan nyambung kalau diajak bicara, sekarang dia kuliah di Jakarta juga. Dan yang paling ujung adalah Widya, dia sahabat saya sejak SMP. Dia penjaga kampung tercinta kami " Bengkulu" hehehe,, pasalnya di antara kami, dia sendiri yang tidak merantau untuk kuliah,, maklum "anak mama".. hehe...Widya orangnya dewasa walaupun umurnya dibawah kami,, pemikirannya udah dewasa dan biasa memberikan masukan-masukan yang super... hehe
Mereka semua adalah sahabat terbaik saya :)


" Sayang kalian :) "

Rabu, 06 Juli 2011

Tak sanggup aku melihatmu...

Saat semuanya menghilang dan pergi begitu saja, membuatku gamang dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Bercampur aduk semua rasanya di dada, tak tahu bagaimana cara meluapkannya lagi. Hanya air mata yang menetes tanpa berhenti dan terus mengalir. Aku tahu itu pilihanmu, aku tahu mungkin itu yang terbaik untuk kita. Tapi itu sungguh tak adil buatku, tidak kah kau tahu apa yang aku rasakan? tak pedulikah kau dengan hatiku?

Tapi...
Aku mengerti dan harus menerimanya,, itu pilihan hidupmu dan akupun tak bisa egois dengan perasaanku,,, terima kasih telah membuatku tersenyum, membuatku bahagia, membuatku tahu indahnya cinta itu. Aku akan selalu sayang padamu.

Melihatmu ada disekitarku, aku tak sanggup untuk menahan tangisku. Ingin ku memanggilmu, tapi aku tak sanggup. Ingin ku menyapamu, tapi aku tak bisa. Inginku memandangmu dari kejauhan, tapi aku tak bisa menahan sedih itu. Ingin aku berbicara sebentar denganmu, tapi itu sepertinya tidak mungkin. Aku hanya bisa menahan dan menahan semua perasaan sedih ini. Tak sanggup aku melihatmu...

Terima kasih udah pernah ada di kehidupanku...
Aku akan selalu sayang padamu...

Selasa, 05 Juli 2011

pertemuan dan perpisahan

Andai saja tidak ada pertemuan itu, mungkin aku tidak akan menangis karena perpisahan itu. Di awal pertemuan memang indah rasanya, berjuta rasanya, berbunga rasanya. Semua yang dilihat, dirasa, didengar sungguh merona indah.

Di awal pertemuan, aku tidak sempat untuk berfikir akan ada atau bakal ada suatu perpisahan. Semua yang dibayangkan yang indah dan ceria saja, tanpa tahu bagaimana kelanjutan dan apa akhirnya. Inilah sebuah karunia perasaan dan hati yang diberikan Tuhan pada umatnya untuk bisa bahagia dan tersenyum. Salahkah bila seseorang itu meluapkan kebahagian akan pertemuan itu dengan suka cita? Perasaan "Cinta" itu tidak bisa kita tolak, karena kita merasa siap untuk menerimanya. Cinta sebuah anugrah, yang datang kapan saja. Tanpa kita sadari, tanpa kita pinta, ternyata dia datang di kehidupan kita tanpa permisi dan kitapun "open" dengan hal itu, karena kita merasa siap untuk menangkap getar-getar cinta itu. Sejatinya memang manusia dianugrahi rasa cinta itu oleh "Sang pemberi Cinta". Tak salah kalau kita seperti itu bukan?

Tapi....
Akhirnya aku menyadari bahwa semua rasa "cinta" itu tak abadi, rasa cinta dan kasih sayang yang abadi hanya untuk Tuhan sang pencipta serta orang tua dan keluargaku.
Disaat aku menangis karena perpisahan itu, dia tidak tahu bagaimana perasaanku, tidak peduli dengan hatiku, dia pergi meninggalkan aku dengan sebuah rasa cinta yang telah terbentuk. Saat itu aku lemah, tak ada dia peduli. Saat ku butuh suatu dukungan, suatu sandaran dalam tangisku, dia tak ada, karena dia lah yang memintanya. Dengan Tuhanku lah aku bisa mengadu, bercerita, curhat akan rasa yang kurasakan saat perpisahan itu. Aku tahu Tuhanku pasti mendengar curhatku dengan sabar, tanpa marah atau protes karena itu sebuah tafsiran ku yang salah dalam memaknai "cinta". Untuk orang tua, keluarga dan sahabat-sahabatku, kalian sangat berarti dalam hidupku. Di saat aku lemah, jatuh ataupun senang, kalian senantiasa ada disampingku dan tidak meninggalkan aku. Kalian beri sandaran untuk aku menangis, kalian beri aku support, kalian buatku tersenyum lagi. Aku sayang Tuhanku, orang tuaku, keluargaku dan sahabat-sahabatku.

Mungkin dengan ini aku bisa lebih memaknai arti "cinta" yang sesungguhnya. Terima kasih atas pertemuan yang indah itu dan terima kasih atas perpisahan yang menyakitkan itu.

Pertemuan dan perpisahan adalah 2 hal yang bertolak belakang namun sama-sama memberi makna yang mengesankan. Terima kasih...

belajar untuk sabar dan menerimanya dengan ikhlas :)

Aku belajar untuk bisa menerima semua masalah yang datang. Dari situ aku bisa mengambil hikmahnya dan mampu untuk survive dalam hidupku. Tapi pernah aku protes sama Tuhan, mengapa aku selalu diberi cobaan dan itu membuat beban pikiranku bertambah. Aku yakin kalau Tuhan sayang padaku, karena Tuhan tidak akan memberi cobaan kalau hambanya tidak sanggup menerimanya.
Terkadang aku selalu mengeluh dan protes padaNya, marah dan kesal padaNya. Tapi aku tahu kalau itu salah dan tidak seharusnya aku seperti itu, aku harus kuat dalam setiap masalahku, aku tahu tuhan menguji imanku agar aku bisa "naik kelas" dalam pendidikan iman.
Dalam setiap perbincanganku dengan diriNya, aku selalu meminta agar aku diberi kekuatan dan kelapangan hati dan pikiran. Aku tau Dia pasti mendengar dengan sabar curhatku, keluh kesahku dan sedihku. Hanya kepadaNya aku bisa mengungkapkan semua yang aku rasakan. Aku merasa leluasa untuk mengungkapkan semua hal, semua masalah, semua suka dan duka ku. Karena Dia adalah Tuhanku, Rabb ku dan pemilik hati, pikiran dan semua yang ada diriku. Dia adalah pencipta yang sungguh luar bisa menciptakan seorang "aku" yang seperti ini. Aku bangga padaNya, aku sayang padaNya.
Tuhan, semua yang terjadi padaku, InsyaAllah aku sanggup menjalaninya karena aku yakin Engkau sayang padaku. Mohon kemurahanmu dan arahanmu dalam setiap langkah kehidupanku, agar aku bisa menjadi hambaMu yang taqwa.
Berikan yang terbaik untukku Tuhan, bimbing aku dalam mengarungi kehidupan ini. Semoga aku bisa menjalani hidup ini dengan istiqamah. Bimbing aku belajar untuk sabar dan menerima sesuatu dengan ikhlas, hanya itu pintaku.

Minggu, 12 Juni 2011

Ca Serviks

LAPORAN TUTORIAL
MODUL OBSTETRI GINECOLOGY
TRIGGER 3 : Ca Serviks

OLEH
Kelompok Tutorial XII
Fasilitator : dr. Rika Amran
Ketua : Arlinda Syafutri (08-120)
Sekretaris : Yuliza Chyntia Utami (08-117)
Anggota : Rindu Angelia (08-111)
Nesa Renata (08-112)
Sindy Zelvia (08-113)
Oktavia Tiffany (08-114)
Fathya Moeslim (08-115)
Nurhasmaryani (08-116)
Shendy Amalia Putri (08-118)
Fritska Hamelia Sari (08-119)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2011

Modul Obstetri Ginekologi
Trigger 3 : Ca Cervix
Ibu umur 45 thn, P3H3A1, dating ke Poli RS dengan KU ada perdarahan diluar haid. Data-data anamnesa, setiap kontak coitus, terjaddi perdarahan. Riwayat penyakit : sering menderita keluar dari vagina keputihan, gatal-gatal, kemudian akhir-akhir ini agak berbau.
Dulunya pernah ber KB dengan spiral lamanya 5 tahun, kemudian dibuka oleh bidan karena adanya keluhan keputihan, si Ibu takut kalau terjadi kehamilan.
Pernah konsul ke dokter ahli kandungan, di pap smear hasinya radang kronis dan ada yang mencurigakan keganasan.

STEP I
CLARIFY UNFAMILIIAR TERMS
1. Ca Cerviks : kanker leher rahim
2. Spiral : alat kontasepsi yang diletakkan ddalam rahim
3. Pap smear : Metode screening ginekologi untuk mendeteksi perubahan sel-sel yang terjadi di dalam serviks uterus.

STEP II
DEFINE THE PROBLEM

1. Mengapa pada setiap kontak coitus terjadi perdarahan?
2. Apa penyebab Ca serviks?
3. Apa gejala Ca Serviks?
4. Apa diagnose Ca Serviks?
5. Sebutkan pencegahan untuk Ca Serviks!
6. Sebutkan penatalaksanaan Ca Serviks!
7. Apa tujuan dari pemeriksaan Pap Smear?
8. Siapa saja yang mempunyai factor resiko Ca Serviks?


STEP III
BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION

1. Karena mungkin adanya polip pada serviks uteri, sehingga saat coitus, tertumbuk dan terjadi perderahan.
2. Faktor aktivitas seksual : kemungkinan multipartner
Infeksi serviks menahun : HPV
3. – Vagina keputihan, gatal, agak berbau.
- Pada coitus terjadi perdarahan
- Nyeri
- Anemia
- BB menurun
- Terjadi metastasis ke paru, hati, oto, tulang
4. Pap Smear
5. – Mengganti pakaian dalam secara teratur
- Menjaga kebersihan daerah kelamin
- Tidak menggonta-ganti pasangan
6. Penatalaksanaannya berdasarkan stadium, misalnya pada stadium 1 dengan biopsy dan histerektomi, pada stadium lanjut dengan radioterapi.
7. Untuk mendeteksi Ca Serviks.
8. – Kawin usia muda
- Bergonta-ganti pasangan
- Tidak bersih dalam menjaga daerah intim

STEP IV
ARRANGE EXPLANATION INTO A TENTATIVE SOLUTION


STEP V
DEFINE LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Ca Serviks : Etiologi, gejala, factor resiko, pathogenesis, diagnosis, penatalaksaan , stadium.
2. Hubungan keputihan dengan pemakaian IUD Spiral.
3. Hubungan keputihan dengan Ca Serviks.
4. Penyebab perdarahan setelah coitus.
STEP VI
GATHER INFORMATION AND PRIVATE STUDY


STEP VII
SHARE THE RESULT OF INFORMATION AND PRIVATE STUDY


1. Ca Serviks
Kanker leher rahim adalah tumor ganas/karsinoma yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Anonim, 2007).
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa (pada jaringan epitel) yang melapisi serviks sedangkan 10% berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (Anonim, 2005).
Gambar organ reproduksi wanita:

Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.
Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker servik dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker servik yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.

INSIDENSI KANKER LEHER RAHIM
Pada tahun 2008, kasus Kanker Leher Rahim masih menduduki peringkat pertama insidensi kanker di Indonesia. Menurut sumber yang didapat, wanita yang telah terserang kanker ini lebih dipicu lagi dengan kebiasaan mereka akan merokok (Anonim, 2007).
Menurut para ahli kanker, kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan disembuhkan dari semua kasus kanker. Meskipun demikian, di wilayah Australia barat, tercatat sebanyak 85 orang wanita didiagnosa positif terhadap kanker leher rahim setiap tahun. Dan pada tahun 1993, 40 wanita telah tewas menjadi korban keganasan kanker ini (Yohanes, 2000).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.

PENYEBAB
Pertama, kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal.Akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18.

click to zoom : kanker serviks
Kedua, selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
Hingga saat ini Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab 99,7% kanker serviks. Virus papilloma ini berukuran kecil, diameter virus kurang lebih 55 nm. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering ditemukan pada kanker maupun lesi pra kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan 70 % penyebab kanker serviks.
Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada system kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 – 20 thn.
Penyebab paling utama kanker servik adalah anggota famili Papovirida yaitu HPV (Human Papiloma Virus) yang mempunyai diameter 55 µm dan virus ini ditularkan secara seksual. HPV memiliki kapsul isohedral yang telanjang dengan 72 kapsomer, serta mengandung DNA circular double stranded dengan panjang kira – kira 8000 pasang basa (La Russo, 2004; Sjamsuddin, 2001).
Berdasarkan penelitian Sjamsuddin (2001), disimpulkan bahwa terdapat 3 golongan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker serviks, yaitu : 1) HPV resiko rendah, yaitu HPV tipe 6 dan 11, 46 yang jarang ditemukan pada karsinoma invasif ; 2) HPV resiko sedang, yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58 ; 3) HPV resiko tinggi, yaitu HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe 2 dan 3 yang menyebabakan kanker (Anonim, 2006; Yamato et al., 2006).


FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kanker leher rahim (Anonim, 2008b) :
1. Infeksi virus HPV (Human Papiloma Virus)
2. Penyakit menular seksual
3. Memulai aktifitas seksual pada usia yang sangat muda
4. Berganti-ganti pasangan seks
5. Pemakaian kontrasepsi
6. Pemakaian Dietilstilbestrol (DES)
7. Sering melahirkan
8. Penyakit yang menekan sistem imun
9. Merokok
10. Genetik

1.Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.

4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun


TANDA-TANDA / GEJALA

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.
2. Perdarahan setelah sanggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :
1 Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2 Melalui pembuluh darah (hematogen)
3 Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum.

Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri.

PATOGENESIS
Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada system kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 – 20 thn.
Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan perubahan sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila berlanjut akan menjadi kanker.
Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker yang disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 -¬ 20 tahun. Dalam perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian menjadi CIN III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks.
Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra kanker akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan.
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital.

click to zoom : sisi lain kanker serviks
Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Henah lo, mangkanya jangan jajan yaa.


DIAGNOSIS
Deteksi Kanker Serviks
Bagaimana cara mendeteksi bahwa seorang wanita terinfeksi HPV yang menyebabkan kanker serviks? Gejala seseorang terinfeksi HPV memang tidak terlihat dan tidak mudah diamati. Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou. Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker serviks seperti berikut:
• IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
• Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
• Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
• Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika ada yang tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh — dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan miroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan servik, kemudian dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut.
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) tes merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
Gambar teknik Pap Smear:

Keterangan :
1. Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihatan;
2. Dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel;
3. Spatel dioleskan ke obyek glas, kemudian diperiksa dengan mikroskop;
4. Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan dengan citobrush (sikat) > sikat dimasukkan ke dalam cairan fiksasi,dibawa ke laboratorium > diperiksa dengan miroskop.
Disarankan bahwa wanita mendapatkan Pap smear pertama mereka ketika mereka mulai aktif secara seksual atau setelah umur 18 dan ulangi pada setahun sekali. Jika hasil normal selama 3 tahun berturut-turut, maka tes dapat berjarak dan melakukannya setiap tahun 2 atau 3 jika anda tidak mengubah kebiasaan hidup. Jika semua wanita memiliki Pap teratur, bisa dihilangkan kematian akibat kanker ini. Namun, hampir 40 persen wanita di negara maju diuji secara teratur.
Jika Anda menemukan benjolan, ulkus atau pelatihan mencurigakan lain pada leher rahim selama pemeriksaan panggul, atau jika hasil Pap menunjukkan anomali atau kanker, harus melakukan biopsi (menghapus sampel jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop .) Sampel jaringan diambil selama kolposkopi, yang menggunakan tabung melihat dengan lensa pembesar (colposcope) untuk memeriksa leher rahim dengan hati-hati dan memilih tempat biopsi. Ada dua jenis biopsi: biopsi punch, yang menghilangkan sebagian kecil dari leher rahim yang dipilih secara visual dengan colposcope, dan kuretase endoserviks, di mana jaringan adalah besot dari saluran leher rahim secara visual tidak dapat diakses. Kedua prosedur yang sedikit menyakitkan dan menyebabkan perdarahan sedikit, tetapi bersama-sama biasanya menyediakan jaringan cukup bagi ahli patologi untuk menetapkan diagnosis. Jika tidak jelas, itu membuat kerucut, yang menghilangkan sebagian besar jaringan. Biasanya, biopsi ini dilakukan dengan eksisi loop electrosurgical di dokter kantor sendiri seseorang.
Setelah diagnosis ditegakkan, maka harus menentukan ukuran dan lokasi yang tepat dari kanker (yaitu, pementasan dilakukan.) Proses ini dimulai dengan pemeriksaan fisik dari panggul dan berbagai tes (cystoscopy, radiografi dada, IVP, sigmoidoskopi) untuk menentukan apakah kanker serviks telah menyebar ke struktur sekitar lainnya atau bagian jauh dari tubuh. Hal ini juga dapat melakukan tes lain seperti CT scan, sebuah enema barium dan sinar-X tulang dan hati, tergantung pada karakteristik masing-masing kasus.

PENATALAKSANAAN
Jika terinfeksi HPV, jangan cemas, karena saat ini tersedia berbagai cara pengobatan yang dapat mengendalikan infeksi HPV. Beberapa pengobatan bertujuan mematikan sel-sel yang mengandung virus HPV. Cara lainnya adalah dengan menyingkirkan bagian yang rusak atau terinfeksi dengan pembedahan listrik, pembedahan laser, atau cryosurgery (membuang jaringan abnormal dengan pembekuan).
Jika kanker serviks sudah sampai ke stadium lanjut, maka akan dilakukan terapi kemoterapi. Pada beberapa kasus yang parah mungkin juga dilakukan histerektomi yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan secara total. Tujuannya untuk membuang sel-sel kanker serviks yang sudah berkembang pada tubuh.
Namun, mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena itu, bagaimana cara mencegah terinfeksi HPV dan kanker serviks? Berikut ini beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mencegah kanker serviks.
Penanganan kanker leher dilakukan sesuai dengan stadiumnya. Pada tahap prekanker yaitu pada tahap CIN penanganan dilakukan dengan destruksi lokal pada mulut rahim. Sedangkan bila sudah pada tahap kanker penanganan yang dilakukan adalah pembedahan berupa pengangkatan rahim, kemoterapi dan radioterapi. Pada tahap kanker walaupun dilakukan penanganan yang semestinya angka kesembuhannya kecil sekali.

PENCEGAHAN
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
• Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
• Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
• Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
• Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
• Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
• Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
• Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
• Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
• Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.

STADIUM
Tingkat 0 :
Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi leher rahim. Tingkat 0 juga disebut carcinoma in situ.


Stadium I:
- Kanker hanya terbatas pada daerah mulut dan leher rahim (serviks). Stadium I ini terbagi dua. Pada stadium I-A baru didapati karsinoma mikro invasif di mulut rahim. Pada stadium I-B, kanker sudah mengenai leher rahim.
- Tingkat keberhasilan pengobatan pada stadium I diperkirakan 70-95 persen.
- Angka harapan hidup 95 persen.
Stadium II:
- Kanker sudah mencapai badan rahim (korpus) dan sepertiga vagina. Pada stadium II-A, kanker belum mengenai jaringan-jaringan di seputar rahim (parametrium). Stadium II-B mengenai parametrium.
- Tingkat keberhasilan pengobatan pada stadium II diperkirakan 60 persen.
- Angka harapan hidup 60 persen.
Kanker meluas melewati leher rahim kedalam jaringan-jaringan berdekatan. Ia meluas ke bagian atas dari vagina. Kanker tidak menyerang ke bagian ketiga yang lebih rendah dari vagina atau dinding pelvic (lapisan dari bagian tubuh antara pinggul).
Stadium III:
- Pada stadium III-A, kanker sudah mencapai dinding panggul. Stadium III-B kanker mencapai ginjal.
- Tingkat keberhasilan pengobatan pada stadium III diperkirakan 30 persen. - Angka harapan hidup 35-40 persen.
Kanker meluas ke bagian bawah dari vagina. Ia juga mungkin telah menyebar ke dinding pelvic dan simpul-simpul getah bening yang berdekatan.


Stadium IV:
- Pada stadium IV-A, kanker menyebar ke organ-organ terdekat seperti anus, kandung kemih, ginjal, dan lain-lain. Pada stadium IV-B, kanker sudah menyebar ke organ-organ jauh seperti hati, paru-paru, hingga otak.
- Tingkat keberhasilan pengobatan pada stadium IV diperkirakan nol persen.
- Angka harapan hidup 5-10 persen.
Kanker telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian-bagian lain tubuh.
Terjadinya kembali kanker: Kanker telah dirawat, namun telah kembali setelah suatu periode waktu yang selama waktu ini tidak dapat terdeteksi. Kanker mungkin timbul kembali pada leher rahim atau pada bagian-bagian lain tubuh.

2. Hubungan keputihan dengan pemakaian IUD spiral


Keputihan (fluor albus) adalah keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa terasa gatal, panas, perih, berbau. Kondisi ini dapat terjadi karena keseimbangan flora normal vagina, pemakaian tampon vagina, celana dalam yang terlalu ketat, pemakaian antibiotik yang terlalu lama serta pemakaian alat kontrasepsi (Manuaba, 2001). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen. Kontrasepsi dapat dilakukan tanpa menggunakan alat secara mekanis, menggunakan obat/alat atau dengan operasi (Mansjoer, 2001).
Alat kontrasepsi terdiri dari berbagai jenis yaitu kontrasepsi alamiah contohnya pantang berkala, metode lendir serviks, metode suhu tubuh basal. Kontrasepsi barier contohnya kondom, diafragma, obat-obat spermatisid. Kontrasepsi hormonal contohnya pil, suntik. Kontrasepsi dalam rahim (IUD) dan kontrasepsi mantap (Mansjoer, 2001). Penggunaan alat kontrasepsi sangat bermanfaat untuk mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan. Kontrasepsi yang cocok untuk mencegah kehamilan adalah pil KB disusul dengan IUD kemudian cara sederhana. Untuk menjarangkan kehamilan dengan IUD, pil/suntikan, cara sederhana, implant dan kontap sedangkan untuk mengakhiri kehamilan dengan menggunakan kontap, susuk KB, IUD, suntikan, pil dan cara sederhana (Badan Koordinasi Keluarga Berencana, 1999). Selain bermanfaat alat kontrasepsi mempunyai beberapa kerugian seperti peningkatan tekanan darah,
Universitas Sumatera Utara
peningkatan berat badan, perdarahan dan keputihan. Salah satu masalah yang paling sering terjadi adalah terjadinya keputihan pada penggunaan alat kontrasepsi contohnya alat kontrasepsi dalam rahim (IUD). IUD ( Intra Uterin Device ) dipilih oleh beberapa wanita yang ingin menghindari kehamilan karena IUD ( Intra Uterin Device ) mempunyai keunggulan dibanding pil yang tidak harus mengingat minum pil setiap hari, dapat bersenggama dengan aman tanpa cemas sewaktu-waktu (Derek, 2005).
Pemakaian kawat tembaga atau kawat perak-tembaga pada IUD menyebabkan meningkatkan daya kontrasepsi sehingga mobilitas sperma menjadi terhalang akibatnya pembuahan tidak terjadi, perubahan pada selaput lendir rahim menyebabkan kerusakan sperma yang masuk sehingga tidak mampu membuahi sel telur. Pemasangan IUD sebaiknya dipasang sewaktu haid atau pada hari-hari haid terakhir, Sesudah melahirkan, pasca abortus (Mansjoer, 2001).
Keluhan dan gejala yang dirasakan akseptor IUD ( Intra Uterin Device ) akibat keputihan adalah terasa adanya cairan putih diliang senggama disertai perubahan bau dan warna. Keputihan yang berbau amis dan gatal terjadi akibat trichomonas vaginalis sedangkan cairan keputihan dengan bentuk seperti susu pecah, disebabkan oleh jamur candida. Apabila keputihan disebabkan oleh pemasangan IUD dapat diberikan pengobatan preparat anti cholinergic tablet untuk mengurangi cairan tersebut. Bila terdapat perubahan bau, warna akibat IUD maka pengobatan yang dilakukan dapat memberikan preparat mycostatin selama 6 hari (Badan Koordinasi Keluarga Berencana, 1999).
Keputihan yang berlebihan mungkin disebabkan oleh reaksi organ genetalia terhadap benda asing yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah insersi.

3. Hubungan keputihan dengan Ca serviks

Dikenal dua jenis keputihan, yaitu keputihan fisiologis dan keputihan patologis. Keputihan fisiologis biasanya tidak gatal, tidak bau dan datangnya pada masa subur wanita. Biasanya juga datang menjelang seorang wanita dewasa terkena haid. Sedangkan keputihan patologis adalah keputihan yang sudah gatal, bau dan berubah warna, Itu harus segera diobati.

Salah satu jenis keputihan patologis adalah keputihan yang disebabkan karena penyakit kanker mulut rahim, serta keputihan akibat stress, benda asing (spiral/IUD), letih, dsb.
Keputihan akibat kanker rahim salah satu penyebabnya adalah sering berganti-ganti pasangan. “Dari berganti-ganti pasangan itulah, maka sang suami menularkan kepada istrinya. Karena para istri malu memeriksakan dirinya ke dokter, maka mereka biasanya baru memeriksa setelah menderita keputihan dan hubungan seks berdarah. Padahal itu sudah masuk kanker stadium dua atau tiga,” kata Boyke. Padahal dengan deteksi dini melalui pemeriksaan pap net (deteksi kanker), pasien dapat dideteksi ada-tidaknya penyakit kanker. Bahkan jika masih pada stadium dini, penyakit tersebut dapat disembuhkan 100 persen.
Keputihan yang seringkali dianggap sepi itu bisa menyababkan kemandulan. Jika keputihan tersebut tidak diobati, maka dapat terjadi infeksi indung telur maka wanita tersebut menjadi mandul. “Banyak wanita yang menganggap enteng keputihan. Iya kalau fisiologis, tapi kalau patologis harus segera diobati. Lama-lama akhirnya susah punya anak,” jelasnya.
Kecenderungan wanita Indonesia malu untuk memeriksakan diri ke dokter. Mereka mengambil jalan pintas dengan menggunakan berbagai bahan pembilas yang ada dipasaran. Padahal penggunaan bahan pembilas ini tidak boleh berlebihan, karena akan membunuh seluruh bakteri bahkan bakteri yang dibutuhkan sekalipun untuk menjaga keasaman yang biasanya mencegah masuknya bakteri berbahaya.

4. Penyebab perdarahan setelah coitus

Contact bleeding ini terjadi karena jaringan pada serviks mengalami kerapuhan sehingga apabila terpapar suatu benda akan mudah berdarah. Selain itu penyebabnya :
1.displasia serviks: displasia serviks adalah perubahan prakanker pada sel epitel yang melapisi leher rahim.Risiko meningkat dengan mitra seksual, seks sebelum usia 18, melahirkan sebelum usia 16, atau sejarah masa lalu dari PMS. Pengobatan biasanya cryosurgery atau conisation.
2.Chlamydia: Sebuah infeksi bakteri yang biasanya ditularkan melalui aktivitas seksual atau kontak dengan air mani, cairan vagina, atau darah.
3.Gonore: Sebuah biasanya penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa perlakuan farmasi tersedia.
4.Vaginitis atau cervicitis: Peradangan atau pembengkakan dan infeksi pada vagina atau leher rahim. Pengobatan tergantung pada penyebabnya.
5.polip serviks: polip serviks halus, merah atau ungu, pertumbuhan jari-seperti yang tumbuh dari lapisan lendir dari leher rahim atau leher rahim. polip serviks sangat rapuh, memperluas keluar dari leher rahim, dan mudah dan tanpa rasa sakit dihapus.
6.Trichomoniasis: Penyakit biasanya menular seksual yang disebabkan oleh protozoa.Bisa juga diberikan kepada bayi yang baru lahir selama kelahiran vagina oleh ibu yang terinfeksi.Meskipun jarang, transmisi ini juga memungkinkan dalam air keran, kolam air panas, air seni, di kursi toilet, dan di kolam renang.Dapat menyebabkan vaginitis.
7.infeksi jamur vagina: Suatu pertumbuhan berlebih dari jamur normal yang mendiami daerah vagina.Gejala umum termasuk gatal, terbakar, dan tidak berbau, tidak putih, discharge seperti keju.
8.Endometritis atau adenomiosis: Endometritis didefinisikan oleh Dorland's Medical Dictionary, Edisi 27 sebagai peradangan endometrium (lapisan terdalam dari rahim).Kedua kondisi yang berhubungan dengan endometriosis.Adenomysis adalah ketika jaringan endometrium menempel pada rahim, atau organ lain seperti indung telur, dan tumbuh di luar rahim.
9.polip rahim: polip rahim terjadi ketika endometrium overgrows menyebabkan tonjolan ini ke dalam rahim.Hal ini sangat jarang pertumbuhan ini untuk tumbuh dengan cara yang baik jinak atau ganas.Wanita dengan polip uterus sering mengalami perdarahan antara periode (metrorrhagia), gejala lainnya termasuk perdarahan vagina setelah berhubungan seks, spotting, menorrhagia, perdarahan setelah menopause, dan pendarahan terobosan selama terapi hormon.kuret histeroskopi-dipandu adalah pengobatan disukai, karena D & C normal pada dasarnya merupakan prosedur terarah yang mungkin kehilangan banyak polip rahim.
10.Fibroid Tumor: tumor rahim biasanya fibroid adalah tumor jinak.Mereka adalah massa padat yang terbuat dari jaringan berserat.Fibroid tumor jarang ganas.Gejala tumor fibroid bervariasi di kalangan perempuan, dengan beberapa perempuan tidak pernah mengalami gejala sama sekali.Wanita yang bisa menunggu sampai menopause akan melihat fibroid mereka menyusut dan hilang setelah tubuh mereka berhenti memproduksi estrogen.Sangat penting bahwa wanita dengan fibroid pastikan mereka tidak pernah mengambil estrogen, dalam bentuk apapun termasuk pil KB, karena estrogen meningkatkan pertumbuhan fibroid.Beberapa perawatan saat ini tersedia untuk tumor fibroid rahim dari miomektomi dan embolisasi arteri rahim ke histerektomi tradisional.


KESIMPULAN

Kanker leher rahim adalah tumor ganas/karsinoma yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks, di mana penyebab utamanya adalah HPV. Gejalanya berupa keputihan atau keluar cairan encer dan berbau dari vagina, contact bleeding (perdarahan setelah coitus), nyeri panggul dan lainnya. Hal ini membutuhkan diagnosis yang tepat, agar penatalaksanaannya sesuai dan benar. Deteksi dini dilakukan dengan Pap Smear. Pengobatannya berdasarkan dengan stadium dari Ca serviks. Pencegahan perlu juga di lakukan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat.


DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwana Prawira Husada.
http:// Jangan Sepelekan Keputihan Dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG _ Nasehat Dokter.html
http:// akseptor-iud-dengan-keputihan.html
http:// kanker-serviks-penyebab-tanda-tanda-cara-mencegah-dan-mengobati-kanker-serviks.html