Demam
Paling umum demam terjadi sebagai bagian dari respons fase akut terhadap infeksi. Infeksi yang menyebabkan respons inflamasi sistemik (sepsis) mempunyai tingkat mortalitas yang cukup bermakna dan harus dikenali serta ditangani dengan cepat. Penyebab demm lainnya adalah keganasan, penyakit jaringan penyambung, reaksi obat, dan penyebab lainnya.
Suhu tubuh normal 36,5 derajat Celcius -37,5 derajat Celcius. Lebih dari 37,5 derajat Celcius bisa dikatakan demam atau suhu tubuh inti lebih dari atau sama dengan 38 derajat Celcius. Bila demam menetap lebih dari 3 minggu tanpa penjelasan, maka disebut demam dengan asal yang tidak jelas atau pyrexia of unknown origin (PUO).
Kriteria untuk menentukan SIRS, Sepsis, Sepsis berat dan Syok Sepsis
SIRS
Dua atau lebih dari : Suhu tubuh > 38 derajat Celcius atau < 36 derajat Celcius. Frekuensi jantung > 90 kali denyut per menit. Frekuensi napas > 20 kali/menit. Leukosit >12x10pangkat9/L atau <4x10pangkat9/L atau >10% bentuk imatur. CRP meningkat.
Sepsis
SIRS + suspek atau terbukti infeksi
Sepsis Berat
Sepsis + disfungsi organ atau hipotensi
Syok Sepsis
Sepsis berat yang menetap meski telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
Berbagai Penyakit Dengan Gejala Demam
Malaria
Merupakan suatu penyakit infeksi
akut maupun kronik yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan : Demam hilang timbul, pada saat demam hilang
disertai dengan menggigil, berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual muntah, dan
diare.
Faktor Risiko
a. Riwayat menderita malaria
sebelumnya.
b. Tinggal di daerah yang endemis
malaria.
c. Pernah berkunjung 1-4 minggu
di daerah endemic malaria.
d. Riwayat mendapat transfusi
darah.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
a. Pada periode demam:
1. Kulit terlihat memerah, teraba
panas, suhu tubuh meningkat dapat sampai di atas 400C dan kulit kering.
2. Pasien dapat juga terlihat
pucat.
3. Nadi teraba cepat
4. Pernapasan cepat (takipnue)
b. Pada periode dingin dan
berkeringat:
1. Kulit teraba dingin dan
berkeringat.
2. Nadi teraba cepat dan lemah.
3. Pada kondisi tertentu bisa
ditemukan penurunan kesadaran
Kepala : Konjungtiva anemis,
sklera ikterik, bibir sianosis, dan pada malaria serebral dapat ditemukan kaku
kuduk.
Toraks : Terlihat pernapasan
cepat.
Abdomen : Teraba pembesaran hepar
dan limpa, dapat juga ditemukan asites.
Ginjal : bisa ditemukan urin
berwarna coklat kehitaman, oligouri atau anuria.
Ekstermitas : akral teraba dingin
merupakan tanda-tanda menuju syok.
Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan hapusan darah
tebal dan tipis ditemukan parasit Plasmodium; atau
b. Menggunakan Rapid
Diagnostic Test untuk malaria (RDT).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis (Trias Malaria: panas –menggigil – berkeringat), pemeriksaan fisik,
dan ditemukannya parasit plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis hapusan darah
tebal/tipis.
Klasifikasi
a. Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium
falsiparum.
b. Malaria vivaks ditemukan Plasmodium
vivax.
c. Malaria ovale, ditemukan Plasmodium
ovale.
d. Malaria malariae, ditemukan Plasmodium
malariae.
e. Malaria knowlesi, ditemukan Plasmodium
knowlesi.
Diagnosis Banding
a. Demam Dengue
b. Demam Tifoid
c. Leptospirosis
d. Infeksi virus akut lainnya
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Pengobatan malaria falsiparum
Lini pertama: dengan Fixed
Dose Combination = FDC yang terdiri dari Dihydroartemisinin (DHA) +
Piperakuin (DHP) tiap tablet mengandung 40 mg Dihydroartemisinin dan 320 mg
Piperakuin.
Untuk
dewasa dengan Berat Badan (BB) sampai dengan 59 kg diberikan DHP peroral 3
tablet satu kali per hari selama 3 hari dan Primakuin 2 tablet sekali sehari
satu kali pemberian, sedang untuk BB >.60 kg diberikan 4 tablet DHP satu
kali sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali sehari satu kali
pemberian. Dosis DHA = 2-4 mg/kgBB (dosis tunggal), Piperakuin = 16-32 mg/kgBB
(dosis tunggal), Primakuin = 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Pengobatan malaria falsiparum
yang tidak respon terhadap pengobatan DHP.
Lini kedua: Kina + Doksisiklin/
Tetrasiklin + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/ hari selama 7 hari),
Doksisiklin = 3,5 mg/kgBB per hari (dewasa, 2x/hr selama7 hari) , 2,2 mg/kgBB/hari
( 8-14 tahun, 2x/hr selama7 hari), Tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama
7 hari).
b. Pengobatan malaria vivax dan
ovale
Lini pertama: Dihydroartemisinin
(DHA) + Piperakuin (DHP), diberikan peroral satu kali per hari selama 3
hari,primakuin= 0,25mg/kgBB/hari (selama 14 hari).
Pengobatan malaria vivax yang
tidak respon terhadap pengobatan DHP.
Lini kedua: Kina + Primakuin.
Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), Primakuin = 0,25 mg/kgBB
(selama 14 hari).
Pengobatan malaria vivax yang
relaps (kambuh):
1. Diberikan lagi regimen DHP
yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
2. Dugaan relaps pada malaria
vivax adalah apabila pemberian Primakiun dosis 0,25 mg/kgBB/hr sudah diminum
selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun
waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
c. Pengobatan malaria malariae
Cukup diberikan DHP 1 kali
perhari selama 3 hari dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
Primakuin.
d. Pengobatan infeksi campuran
antara malaria falsiparum dengan malaria vivax/malaria ovale dengan DHP.
Pada penderita dengan infeksi
campuran diberikan DHP 1 kali per hari selama 3 hari, serta DHP 1 kali per hari
selama 3 hari serta Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.
Pengobatan malaria pada ibu hamil
1. Trimester pertama diberikan
Kina tablet 3x 10mg/ kg BB + Klindamycin 10mg/kgBB selama 7 hari.
2. Trimester kedua dan ketiga
diberikan DHP tablet selama 3 hari
3. Pencegahan/profilaksis
digunakan Doksisiklin 1 kapsul 100 mg/hari diminum 2 hari sebelum pergi hingga
4 minggu setelah keluar/pulang dari daerah endemis.
Pengobatan di atas diberikan
berdasarkan berat badan penderita.
Komplikasi
a. Malaria serebral.
b. Anemia berat.
c. Gagal ginjal akut.
d. Edema paru atau ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome).
e. Hipoglikemia.
f. Gagal sirkulasi atau syok.
g. Perdarahan spontan dari hidung,
gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan
koagulasi intravascular.
h. Kejang berulang > 2 kali
per 24 jam pendidngan pada hipertermia.
i. Asidemia (pH darah
<7.25)atau asidosis (biknat plasma < 15 mmol/L).
j. Makroskopik hemoglobinuria
karena infeksi malaria akut.
Konseling
dan Edukasi
a. Pada kasus malaria berat
disampaikan kepada keluarga mengenai prognosis penyakitnya.
b. Pencegahan malaria dapat
dilakukan dengan :
1. Menghindari gigitan nyamuk
dengan kelambu atau repellen.
2. Menghindari aktivitas di luar
rumah pada malam hari.
3. Mengobati pasien hingga sembuh
misalnya dengan pengawasan minum obat.
Kriteria
Rujukan
a. Malaria dengan komplikasi
b. Malaria berat, namun pasien
harus terlebih dahulu diberi dosis awal Artemisinin atau Artesunat per Intra
Muskular atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB.
Prognosis
Prognosis
bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum, prognosisinya adalah
dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi kembali apabila daya tahan tubuh
menurun.
Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue
Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus Dengue
memiliki 4 jenis serotype: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu
serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, namun
tidak untuk serotype lainnya, sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue
4 kali selama hidupnya. Indonesia merupakan Negara yang endemis untuk Demam
Dengue maupun Demam Berdarah Dengue.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Demam dengue (dengan atau tanpa
perdarahan): demam bifasik akut 2-7 hari, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri perut, mual/muntah,
hematemesis dan dapat juga melena.
Faktor Risiko
a. Tinggal di daerah endemis dan
padat penduduknya.
b. Pada musim panas (28-32 0C)
dan kelembaban tinggi.
c. Sekitar rumah banyak genangan
air.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonik untuk demam
dengue
a. Suhu Suhu > 37,5 derajat
celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
Tanda Patognomonis untuk demam
berdarah dengue
a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Untuk mengetahui terjadi
kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites.
h. Hematemesis atau melena
Pemeriksaan
Penunjang :
a. Leukosit: leukopenia cenderung
pada demam dengue
b. Adanya bukti kebocoran plasma
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada Demam
Berdarah Dengue dengan manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan
standard sesuai usia dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai
hematokrit sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi cairan.
c. Trombositopenia (Trombosit
<100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah Dengue
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Kriteria WHO, diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
a.
Demam
atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/ pola pelana
b.
Terdapat
minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : Uji bendung positif , Petekie,
ekimosis atau purpura, Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain, Hematemesis
atau melena
c.
Trombositopenia
(jumlah trombosit <100.000/ul)
d.
Terdapat
minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut: 1. Peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan jenis kelamin
e.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
f.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,
asistes atau hipoproteinemia
Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan
dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO 1997:
a. Derajat I : Demam disertai
gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji bending.
b. Derajat II : Seperti derajat I
namun disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan
kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg
atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab.
d. Derajat IV : Syok berat, nadi
tak teraba, tekanan darah tak terukur.
Diagnosis Banding
a. Demam karena infeksi virus (
influenza , chikungunya, dan lain-lain)
b. Demam tifoid
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi simptomatik dengan
analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500- 1000 mg).
b. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi
c. Alur penanganan pasien dengan
demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu:
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan
Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial
Konseling
dan Edukasi
a. Prinsip konseling pada demam
berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya
tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien dapat mengerti
bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi hanya bersifat
suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan
perjalanan alamiah penyakit.
b. Modifikasi gaya hidup
1. Melakukan kegiatan 3M
menguras, mengubur, menutup.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.
Kriteria
rujukan
a. Terjadi perdarahan masif
(hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan
kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi belum membaik.
c. Terjadi komplikasi atau
keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan
lainnya.
Prognosis
Prognosis
jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini tergantung dari
derajat beratnya penyakit.
Demam Tifoid
Demam tifoid banyak ditemukan di
masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan
kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia
bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus
di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena
demam. Demam turun naik terutama sore dan malam hari (demam intermiten).
Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di
area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah.
Selain itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa
konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah. Pada
anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus
menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.
Faktor Risiko
Higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tinggi.
b. Bau mulut karena demam lama.
c. Bibir kering dan kadang
pecah-pecah.
d. Lidah kotor dan ditutup
selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada anak.
e. Ujung dan tepi lidah kemerahan
dan tremor.
f. Nyeri tekan regio epigastrik
(nyeri ulu hati).
g. Hepatosplenomegali.
h. Bradikardia relatif
(peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi).
Pemeriksaan fisik pada keadaan
lanjut
a. Penurunan kesadaran ringan
sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis
berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis (organic brain syndrome).
b. Pada penderita dengan toksik,
gejala delirium lebih menonjol.
Pemeriksaan
Penunjang
a. Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan
leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia
dan trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga dan keempat dapat terjadi
penurunan hemaglobin akibat perdarahan hebat dalam abdomen.
b. Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat
diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan
diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap pasti bila didapatkan
kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.
Tes lain yang lebih sensitif dan
spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut tifus khususnya Salmonella
serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering digunakan karena
sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini menggunakan teknik aglutinasi
dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube
test).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect
case)
Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna
dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis (Probable
case)
Suspek demam tifoid didukung
dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Diagnosis Banding
a. Demam berdarah dengue.
b. Malaria.
c. Leptospirosis.
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu
kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain perdarahan, perforasi, sepsis,
ensefalopati, dan infeksi organ lain:
a. Tifoid toksik (Tifoid
ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam
tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat,
kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
b. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid,
panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat. Selain itu, terdapat
gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan cepat,
keringat dingin dan akral dingin.
c. Perdarahan dan perforasi
intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai
dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult
blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut abdomen dan
peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah
didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
d. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus,
hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
e. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut
dengan peningkatan enzim lipase dan amylase. Tanda ini dapat dibantu dengan USG
atau CT Scan.
f. Pneumonia.
Didapatkan tanda pneumonia yang
Diagnosisnya dibantu dengan foto polos toraks.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi suportif dapat
dilakukan dengan:
1. Istirahat tirah baring dan
mengatur tahapan mobilisasi.
2. Diet tinggi kalori dan tinggi
protein.
3. Konsumsi obat-obatan secara
rutin dan tuntas.
4. Kontrol dan monitor tanda
vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di
rekam medik pasien.
b. Terapi simptomatik untuk
menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.
c. Terapi definitif dengan
pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah
kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang
hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).
d. Bila pemberian salah satu
antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik
lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime
(diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18
tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
Indikasi
demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan:
a. Pasien dengan gejala klinis
yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi serta tidak ada komorbid yang
membahayakan.
b. Pasien dengan kesadaran baik
dan dapat makan minum dengan baik.
c. Pasien dengan keluarganya
cukup mengerti tentang cara-cara merawat serta cukup paham tentang petanda
bahaya yang akan timbul dari tifoid.
d. Rumah tangga pasien memiliki
atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses, urin, muntahan) yang
mememenuhi syarat kesehatan.
e. Dokter bertanggung jawab penuh
terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
f. Dokter dapat memprediksi
pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
g. Dokter dapat mengunjungi
pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh seorang perawat yang
mampu merawat demam tifoid.
h. Dokter mempunyai hubungan
komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.
Konseling
dan Edukasi
Edukasi pasien tentang tata cara:
a. Pengobatan dan perawatan serta
aspek lain dari demam tifoid yang harus diketahui pasien dan keluarganya.
b. Diet, pentahapan mobilisasi,
dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung oleh dokter, dan
keluarga pasien telah memahami serta mampu melaksanakan.
c. Tanda-tanda kegawatan harus
diberitahu kepada pasien dan keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit
terdekat untuk perawatan
Pendekatan Community Oriented
Melakukan konseling atau edukasi
pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan pengendalian demam tifoid,
melalui:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Peningkatan higiene makanan
dan minuman
c. Peningkatan higiene perorangan
d. Pencegahan dengan imunisasi
Kriteria
Rujukan
a. Telah mendapat terapi selama 5
hari namun belum tampak perbaikan.
b. Demam tifoid dengan
tanda-tanda kedaruratan.
c. Demam tifoid dengan tanda-tanda
komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.
Prognosis
Prognosis adalah bonam, namun ad
sanationam dubia ad bonam, karena penyakit dapat terjadi berulang.
Morbili (Measles atau Campak)
Suatu
penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan gejala prodromal berupa demam,
batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi
makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh.
Masa inkubasi 10-15 hari. Gejala
prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan
konjungtivitis. Pada demam hari keempat, muncul lesi makula dan papula eritem,
yang dimulai pada kepaladaerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan
menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan
mencapai kaki pada hari ketiga.
Faktor Risiko : Anak yang belum
mendapat imunisasi campak
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Demam, konjungtivitis,
limfadenopati general. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya
eksantem.
Gejala eksantem berupa lesi
makula dan papula eritem, dimulai pada kepala pada daerah perbatasan dahi
rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah
hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.
Lesi ini perlahan-lahan
menghilang dengan urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat
kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-6 hari.
Pemeriksaan Penunjang : Biasanya
tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan sitologi
ditemukan sel datia berinti banyak pada sekret.Pemeriksaan serologi dapat
digunakan untuk konfirmasi Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis : Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Terdapat varian untuk morbili :
a. Morbili termodifikasi.
b. Morbili atipik.
c. Morbili pada individu dengan
gangguan imun.
Diagnosis
Banding
Erupsi obat, eksantem virus yang
lain (rubella, eksantem subitum), demam skarlatina, infectious mononucleosis,
infeksi M. pneumoniae.
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi
pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum mendapat imunisasi, dan anak
dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media, pneumonia,
ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia
yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi suportif diberikan
dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan
emesis.
b.Obat diberikan untuk gejala
simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi infeksi bakteri sekunder,
diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan
pada:
1. Bayi usia kurang dari 6 bulan
50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
2. Umur 6-11 bulan 100.000
IU/hari PO 2 dosis.
3. Umur di atas 1 tahun 200.000
IU/hari PO 2 dosis.
4. Anak dengan tanda defisiensi
vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur
yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Konseling
dan Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa
morbili merupakan penyakit yang menular. Namun demikian, pada sebagian besar
pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak
yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk
pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapat dengan
penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun,
bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu
tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Kriteria
rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk
campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup,
ensefalitis)
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik
karena penyakit ini merupakan penyakit self-limiting disease.
Varisela (Cacar Air)
Adalah Infeksi akut primer oleh virus
Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari. Penularan melalui udara (air-borne) dan
kontak langsung.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan : Demam, malaise, dan
nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Biasanya disertai rasa gatal.
Faktor Risiko
a. Anak-anak.
b. Riwayat kontak dengan
penderita varisela.
c. Keadaan imunodefisiensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk
vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan menjadi
keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul
lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran polimorfik khas untuk
varisela.
Penyebaran terjadi secara
sentrifugal, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran
napas atas.
Pemeriksaan Penunjang
Bila
diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu
sel datia berinti banyak.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Diagnosis Banding
a. Variola.
b. Herpes simpleks disseminata.
c. Coxsackievirus.
d. Rickettsialpox.
Komplikasi
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis,
terutama terjadi pada pasien dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan
berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin pada janin, menyebabkan sindrom
varisela kongenital.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Gesekan kulit perlu dihindari
agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian
nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
b. Gejala prodromal diatasi
sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat menyebabkan Reye’s
syndrome.
c. Losio kelamin dapat diberikan
untuk mengurangi gatal.
d. Pengobatan antivirus oral,
antara lain:
1. Asiklovir: dewasa 5 x 800
mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau
2. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000
mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama
7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul lesi.
Konseling
dan Edukasi
Edukasi bahwa varisella merupakan
penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi
yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya menjaga kebersihan tubuh. Penderita sebaiknya dikarantina untuk
mencegah penularan.
Kriteria
rujukan
a. Terdapat gangguan imunitas
b. Mengalami komplikasi yang
berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan
imunokompeten adalah bonam, sedangkan pada pasien dengan imunokompromais,
prognosis menjadi dubia ad bonam.
Sumber : Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014). Dan Macleod Diagnosis Klinis.