Rabu, 07 Desember 2016

Penyakit Dengan Gejala Demam



Demam
Paling umum demam terjadi sebagai bagian dari respons fase akut terhadap infeksi. Infeksi yang menyebabkan respons inflamasi sistemik (sepsis) mempunyai tingkat mortalitas yang cukup bermakna dan harus dikenali serta ditangani dengan cepat. Penyebab demm lainnya adalah keganasan, penyakit jaringan penyambung, reaksi obat, dan penyebab lainnya.
Suhu tubuh normal 36,5 derajat Celcius -37,5 derajat Celcius. Lebih dari 37,5 derajat Celcius bisa dikatakan demam atau suhu tubuh inti lebih dari atau sama dengan 38 derajat Celcius. Bila demam menetap lebih dari 3 minggu tanpa penjelasan, maka disebut demam dengan asal yang tidak jelas atau pyrexia of unknown origin (PUO).

Kriteria untuk menentukan SIRS, Sepsis, Sepsis berat dan Syok Sepsis
SIRS 
Dua atau lebih dari : Suhu tubuh > 38 derajat Celcius atau < 36 derajat Celcius. Frekuensi jantung > 90 kali denyut per menit. Frekuensi napas > 20 kali/menit. Leukosit >12x10pangkat9/L atau <4x10pangkat9/L atau >10% bentuk imatur. CRP meningkat.
Sepsis
SIRS + suspek atau terbukti infeksi
Sepsis Berat
Sepsis + disfungsi organ atau hipotensi
Syok Sepsis
Sepsis berat yang menetap meski telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
Berbagai Penyakit Dengan Gejala Demam 
 
Malaria
Merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan  : Demam hilang timbul, pada saat demam hilang disertai dengan menggigil, berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual muntah, dan diare.
Faktor Risiko
a. Riwayat menderita malaria sebelumnya.
b. Tinggal di daerah yang endemis malaria.
c. Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemic malaria.
d. Riwayat mendapat transfusi darah.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

a. Pada periode demam:
1. Kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat dapat sampai di atas 400C dan kulit kering.
2. Pasien dapat juga terlihat pucat.
3. Nadi teraba cepat
4. Pernapasan cepat (takipnue)

b. Pada periode dingin dan berkeringat:
1. Kulit teraba dingin dan berkeringat.
2. Nadi teraba cepat dan lemah.
3. Pada kondisi tertentu bisa ditemukan penurunan kesadaran
Kepala : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis, dan pada malaria serebral dapat ditemukan kaku kuduk.
Toraks : Terlihat pernapasan cepat.
Abdomen : Teraba pembesaran hepar dan limpa, dapat juga ditemukan asites.
Ginjal : bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman, oligouri atau anuria.
Ekstermitas : akral teraba dingin merupakan tanda-tanda menuju syok.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hapusan darah tebal dan tipis ditemukan parasit Plasmodium; atau
b. Menggunakan Rapid Diagnostic Test untuk malaria (RDT).

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias Malaria: panas –menggigil – berkeringat), pemeriksaan fisik, dan ditemukannya parasit plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis hapusan darah tebal/tipis.
Klasifikasi
a. Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium falsiparum.
b. Malaria vivaks ditemukan Plasmodium vivax.
c. Malaria ovale, ditemukan Plasmodium ovale.
d. Malaria malariae, ditemukan Plasmodium malariae.
e. Malaria knowlesi, ditemukan Plasmodium knowlesi.

Diagnosis Banding
a. Demam Dengue
b. Demam Tifoid
c. Leptospirosis
d. Infeksi virus akut lainnya

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
a. Pengobatan malaria falsiparum

Lini pertama: dengan Fixed Dose Combination = FDC yang terdiri dari Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP) tiap tablet mengandung 40 mg Dihydroartemisinin dan 320 mg Piperakuin.
Untuk dewasa dengan Berat Badan (BB) sampai dengan 59 kg diberikan DHP peroral 3 tablet satu kali per hari selama 3 hari dan Primakuin 2 tablet sekali sehari satu kali pemberian, sedang untuk BB >.60 kg diberikan 4 tablet DHP satu kali sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali sehari satu kali pemberian. Dosis DHA = 2-4 mg/kgBB (dosis tunggal), Piperakuin = 16-32 mg/kgBB (dosis tunggal), Primakuin = 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

Pengobatan malaria falsiparum yang tidak respon terhadap pengobatan DHP.
Lini kedua: Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/ hari selama 7 hari), Doksisiklin = 3,5 mg/kgBB per hari (dewasa, 2x/hr selama7 hari) , 2,2 mg/kgBB/hari ( 8-14 tahun, 2x/hr selama7 hari), Tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).

b. Pengobatan malaria vivax dan ovale
Lini pertama: Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP), diberikan peroral satu kali per hari selama 3 hari,primakuin= 0,25mg/kgBB/hari (selama 14 hari).

Pengobatan malaria vivax yang tidak respon terhadap pengobatan DHP.
Lini kedua: Kina + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), Primakuin = 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).

Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh):
1. Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
2. Dugaan relaps pada malaria vivax adalah apabila pemberian Primakiun dosis 0,25 mg/kgBB/hr sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.

c. Pengobatan malaria malariae
Cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan Primakuin.

d. Pengobatan infeksi campuran antara malaria falsiparum dengan malaria vivax/malaria ovale dengan DHP.

Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per hari selama 3 hari, serta DHP 1 kali per hari selama 3 hari serta Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.


Pengobatan malaria pada ibu hamil
1. Trimester pertama diberikan Kina tablet 3x 10mg/ kg BB + Klindamycin 10mg/kgBB selama 7 hari.
2. Trimester kedua dan ketiga diberikan DHP tablet selama 3 hari
3. Pencegahan/profilaksis digunakan Doksisiklin 1 kapsul 100 mg/hari diminum 2 hari sebelum pergi hingga 4 minggu setelah keluar/pulang dari daerah endemis.
Pengobatan di atas diberikan berdasarkan berat badan penderita.

Komplikasi
a. Malaria serebral.
b. Anemia berat.
c. Gagal ginjal akut.
d. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
e. Hipoglikemia.
f. Gagal sirkulasi atau syok.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravascular.
h. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada hipertermia.
i. Asidemia (pH darah <7.25)atau asidosis (biknat plasma < 15 mmol/L).
j. Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut.

Konseling dan Edukasi
a. Pada kasus malaria berat disampaikan kepada keluarga mengenai prognosis penyakitnya.
b. Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan :
1. Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen.
2. Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari.
3. Mengobati pasien hingga sembuh misalnya dengan pengawasan minum obat.

Kriteria Rujukan
a. Malaria dengan komplikasi
b. Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi dosis awal Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB.

Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum, prognosisinya adalah dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi kembali apabila daya tahan tubuh menurun.
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus Dengue memiliki 4 jenis serotype: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk serotype lainnya, sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali selama hidupnya. Indonesia merupakan Negara yang endemis untuk Demam Dengue maupun Demam Berdarah Dengue.

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam bifasik akut 2-7 hari, nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri perut, mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.
Faktor Risiko
a. Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.
b. Pada musim panas (28-32 0C) dan kelembaban tinggi.
c. Sekitar rumah banyak genangan air.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonik untuk demam dengue
a. Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue
a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites.
h. Hematemesis atau melena

Pemeriksaan Penunjang :
a. Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
b. Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada Demam Berdarah Dengue dengan manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan standard sesuai usia dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi cairan.
c. Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah Dengue
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
a.       Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/ pola pelana
b.      Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : Uji bendung positif , Petekie, ekimosis atau purpura, Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain, Hematemesis atau melena
c.       Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
d.      Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut: 1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan jenis kelamin
e.        Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
f.        Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoproteinemia


Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO 1997:
a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bending.
b. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab.
d. Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur.
Diagnosis Banding
a. Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-lain)
b. Demam tifoid

Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500- 1000 mg).
b. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
c. Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu:

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial
Konseling dan Edukasi
a. Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit.
b. Modifikasi gaya hidup
1. Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur, menutup.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.

Kriteria rujukan
a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi belum membaik.
c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.

Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.
Demam Tifoid

Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore dan malam hari (demam intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah. Pada anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.
Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tinggi.
b. Bau mulut karena demam lama.
c. Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
d. Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada anak.
e. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
f. Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
g. Hepatosplenomegali.
h. Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi).

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut
a. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
b. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap

Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga dan keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan hebat dalam abdomen.
b. Pemeriksaan serologi Widal

Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.
Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut tifus khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering digunakan karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini menggunakan teknik aglutinasi dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test).

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis (Probable case)
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Diagnosis Banding
a. Demam berdarah dengue.
b. Malaria.
c. Leptospirosis.

Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain:
a. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.

b. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.

c. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.

d. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.

e. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase. Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.

f. Pneumonia.
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos toraks.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
1. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
3. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
4. Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien.

b. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.

c. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).

d. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

Indikasi demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan:
a. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi serta tidak ada komorbid yang membahayakan.
b. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
c. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat serta cukup paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.
d. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses, urin, muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
e. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
f. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
g. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh seorang perawat yang mampu merawat demam tifoid.
h. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.

Konseling dan Edukasi
Edukasi pasien tentang tata cara:
a. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus diketahui pasien dan keluarganya.
b. Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami serta mampu melaksanakan.
c. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan

Pendekatan Community Oriented
Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan pengendalian demam tifoid, melalui:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Peningkatan higiene makanan dan minuman
c. Peningkatan higiene perorangan
d. Pencegahan dengan imunisasi

Kriteria Rujukan
a. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
b. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
c. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

Prognosis
Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena penyakit dapat terjadi berulang.

Morbili (Measles atau Campak)
Suatu penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan gejala prodromal berupa demam, batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh.
Masa inkubasi 10-15 hari. Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan konjungtivitis. Pada demam hari keempat, muncul lesi makula dan papula eritem, yang dimulai pada kepaladaerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.

Faktor Risiko : Anak yang belum mendapat imunisasi campak

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Demam, konjungtivitis, limfadenopati general. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya eksantem.

Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.

Lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-6 hari.


Pemeriksaan Penunjang : Biasanya tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel datia berinti banyak pada sekret.Pemeriksaan serologi dapat digunakan untuk konfirmasi Diagnosis.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis  : Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat varian untuk morbili :
a. Morbili termodifikasi.
b. Morbili atipik.
c. Morbili pada individu dengan gangguan imun.

Diagnosis Banding
Erupsi obat, eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum), demam skarlatina, infectious mononucleosis, infeksi M. pneumoniae.

Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
b.Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.

Suplementasi vitamin A diberikan pada:
1. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
2. Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
3. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
4. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.

Konseling dan Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif. Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapat dengan penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Kriteria rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self-limiting disease.

Varisela (Cacar Air)

Adalah Infeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari. Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan : Demam, malaise, dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Biasanya disertai rasa gatal.
Faktor Risiko
a. Anak-anak.
b. Riwayat kontak dengan penderita varisela.
c. Keadaan imunodefisiensi.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran polimorfik khas untuk varisela.


Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas.

Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu sel datia berinti banyak.
Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Diagnosis Banding
a. Variola.
b. Herpes simpleks disseminata.
c. Coxsackievirus.
d. Rickettsialpox.

Komplikasi
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin pada janin, menyebabkan sindrom varisela kongenital.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.
c. Losio kelamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal.
d. Pengobatan antivirus oral, antara lain:
1. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau
2. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.

Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul lesi.

Konseling dan Edukasi
Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menjaga kebersihan tubuh. Penderita sebaiknya dikarantina untuk mencegah penularan.

Kriteria rujukan
a. Terdapat gangguan imunitas
b. Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.

Prognosis
Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam, sedangkan pada pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.

Sumber : Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5  Tahun 2014).  Dan Macleod Diagnosis Klinis.