Kamis, 22 Oktober 2015
terima kasih
Perlahan mungkin bisa menerima artj melepaskan, bukan karena terpaksa tapi karena ikhlas. Mungkin ini kuncinya agar tidak sedih berkepanjangan. Lelah, untuk saat ini mungkin iya, tapi tidak kemaren-kemaren. Terlihat seperti orang bodoh, tapi itu kenyataannya. Tidak tahu alasannya, tapi itulah aku dulu. Sekarang, begitu banyak pelajaran yang didapat, semakin bisa untuk mengerti. Dulu, bagiku dia adalah segalanya, dia penyemangat dalam setiap hariku, kehilangan dirinya begitu cepat membuatku setengah gila. Semua kenangan manis bersama melekat erat dan selalu menangis karena tidak rela akan kehilangan. Memang sebentar, tp kenangan bersama itu sungguh indah, yaa.. Semuanya indah. Tapi mengapa begitu cepat? Mungkin karena itu juga yang membuat luka ini tidak kunjung sembuh. Berganti tahun, berganti fase, aku tetap pada rasa yang sama. Bodohkah aku saat itu? Mungkin iyaa. Tetap menunggu, tetap menanyakan kabar, tapi yang aku dapat semuanya nihil. Hanya diam dan diam, mungkinkah kau tak mengetahuinya? Atau kau pura-pura tidak tahu? Aku tahu, diam mu itu mungkin karena memang sama sekali tidak mau lagi bersamaku, tidak ada jalan lagi untuk bisa bersama. Aku menghargai prinsipmu. Tapi, seiring langkahku menjauh dan ikhlas melepasmu, berilah aku alasan yang sejujurnya dan bicaralah kepadaku, yaa, kita berbicara berdua tentang semua yg telah terjadi ini, agar langkahku ringan untuk bisa menjauh pergi, melepasmu dan tidak akan menengok ke belakang lagi. Seiring dengan menguapnya semua perasaanku yang selama ini aku jaga. Terima kasih atas cinta nya dahulu, aku tidak akan pernah menyesal pernah mengenalmu dan bertahan pada cintamu. Terima kasih